Umum 23 July 2025

6 Cara Memahami Hadis Agar Terhindar dari Ekstremisme Beragama

6 Cara Memahami Hadis Agar Terhindar dari Ekstremisme Beragama
Bagikan:

Pernah nggak sih, kita baca hadis terus mikir, “Lho, kok kayaknya ribet banget, ya?” Atau malah, “Wah, ini sih kayak kode-kodean mantan, susah ditebak!” Tenang, kamu nggak sendirian. Banyak orang juga suka kebingungan pas ngulik hadis. Kadang, malah jadi ekstrim gara-gara salah paham. Nah, biar nggak kayak sinyal WiFi—kelihatan tapi nggak kerasa—yuk, kita bahas bareng gimana cara memahami hadis biar hidup nggak penuh drama.

1. Pahami Metafora, Jangan Baperan

Hadis itu kadang suka pakai bahasa kiasan. Misal, Nabi pernah bilang, “Yang paling panjang tangannya.” Eh, para istri Nabi langsung pada ukur-ukuran tangan. Padahal maksudnya: siapa yang paling rajin sedekah. Jadi, jangan baperan, bro! Kalau nemu istilah aneh, cek dulu, itu beneran literal atau cuma metafora. Kayak zaman sekarang, “panjang tangan” bisa berarti suka ngasih, bukan suka ngutil.

2. Cari Tahu Illat, Biar Nggak Salah Paham

Illat itu alasan di balik hukum. Misal, Nabi nyuruh panjangkan jenggot, cukur kumis, biar beda sama kaum musyrik. Tapi, kaum musyrik zaman dulu sama sekarang beda gaya. Jadi, jangan asal copy-paste. Cari tahu dulu, kenapa sih aturan itu ada? Biar nggak kayak orang yang ikut tren tanpa tahu asal-usulnya.

3. Geografi Juga Penting, Jangan Sampai Salah Arah

Hadis soal buang hajat: “Jangan menghadap atau membelakangi kiblat, tapi menghadaplah ke timur atau barat.” Di Madinah, itu masuk akal. Di Indonesia? Bisa-bisa malah ngadep kiblat! Jadi, cek dulu peta, jangan sampai salah arah. Kalau nggak, bisa-bisa niatnya bener, praktiknya zonk.

4. Konteks Zaman: Jangan Ketinggalan Kereta

Hadis itu lahir di Arab, bukan di timeline Twitter. Jadi, kadang ada aturan yang nyambung sama budaya setempat. Misal, soal pakaian. Sunnah itu bukan berarti harus pakai gamis terus, tapi pakai baju yang sopan sesuai adat. Jangan sampai niat ngikutin sunnah, eh, malah jadi cosplay yang nggak nyambung sama lingkungan.

5. Skala Prioritas: Ibadah Nggak Cuma Buat Diri Sendiri

Kalau ada dua ibadah, pilih yang manfaatnya lebih luas. Misal, haji berkali-kali atau bantu tetangga yang butuh? Ya, bantu tetangga dong! Ibadah itu bukan cuma soal pahala pribadi, tapi juga dampak sosial. Jangan sampai rajin ibadah, tapi tetangga kelaparan.

6. Intensi Syariah: Semangatnya, Bukan Cuma Teksnya

Kadang, semangat di balik hadis lebih penting dari teksnya. Nabi nyuruh Zaid belajar bahasa Ibrani, bukan sekadar biar keren, tapi biar dakwah makin luas. Jadi, belajar bahasa asing itu sunnah kalau niatnya buat kebaikan. Jangan cuma hafal teks, tapi lupa makna.


وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Dan Allah Maha Mengetahui

Jadi, memahami hadis itu kayak ngupas bawang: kadang bikin nangis, kadang bikin ketawa. Yang penting, jangan buru-buru nge-judge. Pahami dulu konteks, niat, dan semangatnya. Kalau masih bingung, ya, tanya sama yang ahli. Jangan tanya sama grup WhatsApp keluarga, nanti malah jadi debat kusir!

Akhir kata, semoga kita nggak jadi generasi yang gampang baper dan salah paham. Ingat, hidup itu bukan lomba siapa paling literal, tapi siapa paling paham makna. Salam ngopi sore!

Terkait

Lihat Semua