Keluarga Pendidikan Budaya 24 July 2025

Anak, Gadget, dan Permainan Tradisional: Kembali ke Akar Kebahagiaan

Anak, Gadget, dan Permainan Tradisional: Kembali ke Akar Kebahagiaan
Bagikan:

Kamu pernah memperhatikan, betapa cepatnya anak-anak zaman sekarang akrab dengan gadget? Di satu sisi, teknologi memang membawa kemudahan dan hiburan, tapi di sisi lain, ada kekhawatiran yang tak bisa diabaikan: ketergantungan pada layar, minimnya interaksi sosial, dan perlahan-lahan, permainan tradisional mulai terlupakan.

Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi, dalam momentum Hari Anak Nasional 2025, mengajak kita semua untuk kembali menghidupkan permainan tradisional. Bukan sekadar nostalgia, tapi sebagai upaya membangun karakter, kebersamaan, dan kesehatan mental anak-anak Indonesia. Di tengah Car Free Day di Bundaran HI, Jakarta, ratusan anak dari berbagai jenjang pendidikan berkumpul, bermain congklak, galasin, lompat tali, dan permainan lain yang sarat makna.

Mengapa permainan tradisional penting? Permainan seperti ular naga, gangsing, atau petak umpat bukan hanya hiburan, tapi juga sarana belajar nilai kebersamaan, sportivitas, dan kreativitas. Anak-anak belajar berinteraksi, bernegosiasi, bahkan menyelesaikan konflik secara alami. Bandingkan dengan dunia digital yang serba instan—di sana, anak mudah terisolasi, bahkan rentan terhadap konten negatif.

Orang tua dan guru punya peran sentral. Bukan berarti kita harus memusuhi teknologi, tapi menyeimbangkan antara dunia digital dan dunia nyata. Permainan tradisional bisa menjadi jembatan untuk membangun kedekatan emosional, memperkuat budaya lokal, dan menanamkan nilai-nilai Islam seperti kejujuran, kerja sama, dan kasih sayang.

Dalam Islam, menjaga fitrah anak adalah amanah. Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah." (HR. Bukhari dan Muslim)

Fitrah itu tumbuh subur jika anak diberi ruang untuk bermain, bereksplorasi, dan berinteraksi dengan lingkungan. Permainan tradisional adalah salah satu cara menjaga fitrah itu tetap hidup.

Kegiatan seperti senam anak hebat, dongeng pahlawan lokal, hingga pemeriksaan kesehatan gratis di Hari Anak Nasional adalah contoh nyata kolaborasi lintas sektor demi masa depan anak Indonesia. Semua pihak, mulai dari pemerintah, sekolah, komunitas, hingga dunia usaha, diajak untuk menciptakan lingkungan yang sehat, aman, dan ramah anak.

Sebagai penutup, mari kita refleksikan: sudahkah kita memberi ruang bagi anak-anak untuk tumbuh bahagia, kreatif, dan berakar pada budaya sendiri? Dengan menyeimbangkan teknologi dan tradisi, insya Allah kita bisa membangun generasi yang tangguh, cerdas, dan berakhlak mulia.

Terkait

Lihat Semua