Siapa sangka, di antara semua anggota tubuh manusia, ada satu bagian yang punya privilege spesial di akhirat nanti. Bukan tangan, bukan kaki, apalagi perut buncit. Tapi… dahi! Iya, dahi yang sering nempel ke sajadah tiap kali sujud. Konon, ada bekas sujud (atsarissujud) yang nggak bakal bisa disentuh api neraka. Keren banget, kan?
Tapi jangan buru-buru ngaca terus cek, “Dahi gue udah ada bekas sujudnya belum, ya?” Soalnya, bekas sujud ini bukan sekadar tanda hitam yang kadang muncul di jidat. Lebih dari itu, atsarissujud adalah cahaya spiritual yang terpancar dari kebiasaan sujud, bukan sekadar efek fisik karena sering nempel ke sajadah.
KH Sujadi dari Pringsewu pernah bilang, “Atsarissujud ini bukan harus dahinya hitam karena sering sujud. Bisa hitam bisa nggak, karena setiap orang beda-beda.” Jadi, jangan minder kalau jidat masih mulus. Yang penting, hati dan amalnya yang sering sujud.
Allah sendiri sudah wanti-wanti di Al-Qur’an, semua manusia yang berbuat dosa bakal dapat balasan api neraka. Tapi, ada pengecualian buat anggota tubuh yang sering dipakai ibadah. Semakin sering dipakai buat sujud, semakin bercahaya, dan api neraka pun ogah nyentuhnya.
Dalam surat Al-Fath ayat 29, Allah menyebutkan ciri-ciri orang beriman:
Tapi, jangan salah paham. Bekas sujud ini bukan lomba siapa yang jidatnya paling item. Bukan juga ajang pamer bekas shalat. Yang Allah lihat itu cahaya keikhlasan dan ketekunan ibadah, bukan sekadar bekas fisik.
Abah Sujadi juga bilang, anggota tubuh lain yang sering dipakai ibadah juga bisa dapat perlindungan serupa. Semakin sering dipakai buat kebaikan, semakin bercahaya, dan makin jauh dari sentuhan api neraka. Jadi, jangan cuma dahi yang diajak ibadah, ajak juga tangan, kaki, bahkan hati buat sujud dalam makna yang luas.
Sujud itu sendiri, kata Quraish Shihab, adalah wahana paling intim antara hamba dan Allah. Di situ, manusia ngerasain kehinaan dirinya dan keagungan Allah. Sujud bukan cuma soal nempel jidat, tapi juga soal tunduk, patuh, dan taat sepenuh hati.
Dari akar kata “sajada-sujud” juga lahir istilah “masjid”—tempat bersujud. Meletakkan dahi, tangan, lutut, dan kaki ke bumi adalah bentuk lahiriah dari makna-makna spiritual tadi. Makanya, masjid jadi tempat paling mulia, bukan karena bangunannya, tapi karena di situlah manusia benar-benar merendahkan diri di hadapan Allah.
Tapi, jangan juga maksa-maksa sujud sampai jidat jadi hitam. Sujud yang benar itu kalau kepala diletakkan ke bawah, dan kalau ditaruh kapas di bawahnya, bakal ada bekas cekungan. Nggak perlu ditekan-tekan sampai lebam, bro. Yang penting, niat dan kekhusyukan.
Jadi, next time sujud, inget: bukan soal bekas fisik, tapi soal cahaya yang terpancar dari hati yang ikhlas. Semakin sering sujud, semakin bercahaya, dan insyaAllah, makin jauh dari sentuhan api neraka.
Wallahu a’lam.