Refleksi Sosial Perempuan 24 July 2025

Berani Bicara, Selamatkan Sesama: Refleksi atas 2 Juta Kasus Kekerasan Perempuan

Berani Bicara, Selamatkan Sesama: Refleksi atas 2 Juta Kasus Kekerasan Perempuan
Bagikan:

Kamu mungkin pernah mendengar angka-angka yang terasa jauh dari kehidupan sehari-hari: dua juta kasus kekerasan terhadap perempuan dalam satu dekade. Tapi, apa makna di balik angka itu? Mari kita pelan-pelan menyelami realitas yang seringkali luput dari perhatian, namun begitu dekat dengan kehidupan kita.

Di sebuah auditorium yang penuh dengan diskusi hangat, seorang komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, mengungkapkan data yang membuat banyak orang terdiam. Dua juta laporan kekerasan terhadap perempuan dalam sepuluh tahun terakhir—angka yang bukan sekadar statistik, melainkan cerminan luka sosial yang masih menganga. Setiap laporan adalah kisah nyata, bukan sekadar catatan di atas kertas.

Fenomena ini tidak berdiri sendiri. Ada dinamika relasi kuasa, ketimpangan sosial, dan stigma yang membuat korban kerap memilih diam. Sebelum hadirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), banyak korban merasa takut melapor. Mereka khawatir akan dikriminalisasi, disalahkan, atau bahkan diabaikan. Namun, kehadiran UU TPKS menjadi titik balik: perlahan, keberanian untuk bicara mulai tumbuh.

Bayangkan seorang perempuan yang selama ini memendam trauma, akhirnya berani melangkah ke depan, didorong oleh harapan akan keadilan. Proses ini tidak mudah. Ada pergulatan batin, ketakutan, dan keraguan. Namun, ketika satu orang berani bicara, pintu harapan terbuka bagi banyak orang lain. Seperti efek domino, keberanian satu korban bisa menyelamatkan banyak jiwa.

Dalam diskusi publik yang dihadiri berbagai pihak, Kepala Unit 2 Subdirektorat III Dittipid TPPO dan PPA Bareskrim Polri, Berry, menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak adalah yang paling banyak ditangani. Polri bahkan mengusung program “Berani Bicara Selamatkan Sesama”—sebuah ajakan sederhana namun bermakna. Ketika satu suara diangkat, kebenaran mulai terungkap, dan perlindungan bisa diberikan.

Namun, tantangan tidak berhenti di situ. Modus kejahatan terus berkembang, termasuk dalam bentuk perdagangan orang. Ironisnya, banyak korban justru berasal dari kalangan berpendidikan. Ini membuktikan bahwa siapa pun bisa menjadi korban, tanpa memandang latar belakang. Keinginan untuk memperbaiki nasib kadang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab.

Di sisi lain, aktivis HAM Yuniyanti Chuzaifah mengingatkan tentang pentingnya prinsip non-diskriminasi, kesetaraan substantif, dan tanggung jawab negara. Konvensi CEDAW bukan sekadar dokumen internasional, tapi kompas moral yang menuntun negara untuk bertindak nyata. Kesetaraan bukan hanya slogan, tapi harus diwujudkan dalam kebijakan, perlindungan, dan perubahan budaya.

Kisah-kisah ini mengajak kita untuk tidak sekadar menjadi penonton. Setiap dari kita punya peran, sekecil apa pun, untuk menciptakan lingkungan yang aman dan suportif. Mulai dari mendengarkan tanpa menghakimi, mendukung korban untuk bicara, hingga mendorong perubahan di tingkat komunitas. Terkadang, keberanian terbesar adalah ketika kita memilih untuk tidak diam.

Dalam Islam, keadilan dan perlindungan terhadap yang lemah adalah nilai utama. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan, jika tidak mampu maka dengan lisan, dan jika tidak mampu maka dengan hati—dan itu selemah-lemahnya iman.” Prinsip ini menegaskan bahwa diam bukan pilihan ketika ada ketidakadilan di depan mata.

Mari kita refleksikan, sudahkah kita menjadi bagian dari solusi? Atau justru masih terjebak dalam budaya diam? Setiap langkah kecil, setiap keberanian untuk bicara, adalah kontribusi nyata untuk perubahan. Hidup ini terlalu singkat untuk membiarkan ketidakadilan terus berlangsung.

Sebagai penutup, mari kita rawat keberanian dalam diri, dukung mereka yang berjuang, dan jadikan lingkungan sekitar lebih ramah bagi korban. Dua juta kasus bukan sekadar angka—itu adalah panggilan untuk bertindak. Berani bicara, selamatkan sesama. Karena perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil yang penuh harapan.

Terkait

Lihat Semua