Umum 22 July 2025

Bisnis Reptil Boleh Nggak Sih?

Bisnis Reptil Boleh Nggak Sih?
Bagikan:

Siapa yang nggak pernah liat postingan di marketplace tentang jual beli ular? Ada yang jual ular sanca, ball python, sampai iguana dengan harga jutaan rupiah. Langsung deh mikir, “Wah, bisa kaya nih kalo ternak reptil!”

Tapi tunggu dulu, sebelum kalian mulai bermimpi jadi sultan reptil, ada baiknya kita bahas dulu nih: halal nggak sih bisnis kayak gini menurut Islam?

Soalnya kan, nggak semua yang menguntungkan otomatis halal. Ada aturan mainnya, bestie.

Fenomena jual beli reptil ini sebenernya udah lama ada, tapi baru belakangan booming berkat media sosial. Sekarang mah gampang banget nemuin komunitas pecinta ular, iguana, atau gecko. Mereka punya passion, punya market, dan yang pasti punya omzet yang nggak main-main.

Cuma masalahnya, banyak yang belum paham gimana pandangan Islam soal bisnis ini. Apa sih yang bikin halal atau haram dalam jual beli binatang?

Makanya yuk, kita bahas bareng-bareng biar nggak salah kaprah.

Zaman sekarang hobi orang makin unik aja. Dulu mungkin cuma kucing atau burung, sekarang ada yang pelihara ular, komodo mini, sampe tarantula segala. Dan dimana ada hobi, disitu pasti ada bisnis.

Komunitas reptil lover ini solid banget lho. Mereka punya grup WhatsApp, forum online, bahkan pameran khusus. Yang bikin menarik, harga reptil bisa selangit. Seekor ball python import bisa tembus belasan juta!

Wajar kalo banyak yang tertarik masuk bisnis ini. Modalnya relatif kecil, pasarnya jelas, dan profit marginnya gede banget.

Tapi kayak bisnis lainnya, ada aturan yang harus dipatuhi. Termasuk aturan agama yang sering dilupain orang.

Islam sebagai agama yang komprehensif udah ngatur segala aspek kehidupan, termasuk jual beli. Nggak ada yang kelewatan, bahkan sampai urusan jual beli binatang.

Prinsip dasarnya simpel: yang halal itu yang bermanfaat, yang haram itu yang mudarat. Tapi implementasinya nggak sesimpel itu, karena ada detail-detail yang perlu dipahami.

Dalam kitab Fiqh Al-Sunnah disebutkan dengan jelas:

ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺑﻴﻊ اﻟﻬﺮﺓ ﻭاﻟﻨﺤﻞ ﻭﺑﻴﻊ اﻟﻔﻬﺪ ﻭاﻻﺳﺪ ﻭﻣﺎ ﻳﺼﻠﺢ ﻟﻠﺼﻴﺪ ﺃﻭ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﺠﻠﺪﻩ
"Boleh memperjualbelikan kucing, lebah, macan, singa dan binatang yang diperuntukkan berburu atau dapat dimanfaatkan kulitnya."

Nah, dari sini keliatan kan kalo Islam nggak melarang jual beli binatang secara mutlak. Ada syarat-syaratnya.

Yang jadi pertanyaan adalah: masuk kategori mana nih reptil yang lagi hits di pasaran?

Dalam mazhab Syafi’i, penjelasannya cukup tegas. Kitab Majmu menyebutkan:

القسم الثاني من الحيوان : ما لا ينتفع به فلا يصح بيعه ، وذلك كالخنافس والعقارب والحيات والديدان والفأرة والنمل وسائر الحشرات ونحوها
"Bagian kedua dari binatang adalah binatang yang tidak dapat diambil manfaatnya, maka tidak sah menjualnya. Contohnya kumbang, kalajengking, ular, ulat, tikus, semut dan semua binatang melata."

Waduh, ular masuk kategori yang nggak boleh dijual dong menurut mazhab Syafi’i?

Iya, karena dianggap nggak ada manfaatnya yang bisa diambil. Tapi tunggu dulu, jangan langsung putus asa. Masih ada penjelasan lanjutannya.

Logika di balik aturan ini sebenernya masuk akal banget. Zaman dulu, ular dan binatang melata lainnya memang nggak ada gunanya buat manusia. Malah cenderung berbahaya dan merugikan.

Beda sama kucing yang bisa ngusir tikus, atau anjing yang bisa jaga rumah. Ular mah, ketemu aja udah kabur duluan orang-orang.

Tapi sekarang zamannya udah beda. Ada yang memelihara ular sebagai hobi, ada yang buat penelitian, bahkan ada yang dijadikan terapi. Nah, gimana dong?

Di sinilah pentingnya memahami bahwa fikih itu dinamis, bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Para ulama mazhab lain punya pandangan yang sedikit berbeda. Imam Hanafi dan Maliki lebih fleksibel dalam hal ini.

Menurut mereka, selama ada manfaatnya yang halal, maka jual beli binatang melata bisa diperbolehkan. Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu menjelaskan:

وكذلك يصح بيع الحشرات والهوام كالحيات والعقارب اذا كان ينـتفع بها. والضابط فى ذلك ان كل مافيه منفعة تحل شـرعا فإن بيعه يجوز
"Dan demikian juga sah jual beli serangga dan binatang melata seperti ular dan kalajengking ketika ada manfaatnya. Batasan manfaat adalah semua yang bermanfaat dan halal menurut syara', maka boleh menjualnya."

Nah, ini dia yang bikin lapang. Selama ada manfaatnya yang halal, boleh-boleh aja.

Terus apa aja sih manfaat dari reptil yang dipelihara sekarang?

Yang paling umum tentu saja sebagai hewan peliharaan atau hobi. Banyak orang yang merasa tenang dan bahagia dengan memelihara reptil. Ini bisa dikategorikan sebagai manfaat psikologis yang halal.

Ada juga yang dipelihara untuk edukasi atau penelitian. Beberapa reptil digunakan dalam terapi untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Bahkan beberapa jenis ular digunakan untuk produksi obat-obatan. Bisa diekstrak untuk antivenom atau bahan farmasi lainnya.

Jadi, kalau dilihat dari manfaatnya, reptil modern ini sebenernya punya value yang jelas.

Yang perlu diingat adalah niat dan tujuan pemeliharaannya. Kalau cuma buat pamer atau bahkan hal-hal yang nggak baik, ya jelas nggak dianjurkan.

Tapi kalau memang sebagai hobi yang positif, edukasi, atau bahkan penelitian, kenapa nggak?

Yang penting adalah memastikan bahwa reptil yang dipelihara nggak berbahaya buat lingkungan sekitar. Jangan sampai jadi masalah buat tetangga atau masyarakat.

Ada juga aspek konservasi yang perlu diperhatikan. Jangan sampai bisnis reptil ini malah merusak ekosistem alami karena penangkapan liar yang berlebihan.

Breeding atau penangkaran buatan jauh lebih dianjurkan daripada ngambil langsung dari alam.

Nah, sebagai muslim yang ingin berbisnis reptil, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Pertama, pastikan reptil yang dijual itu legal menurut hukum negara. Indonesia punya aturan ketat soal perdagangan satwa, termasuk reptil.

Kedua, pastikan reptil tersebut hasil breeding yang halal, bukan hasil tangkapan liar yang merusak ekosistem.

Ketiga, berikan edukasi yang benar kepada pembeli tentang cara merawat reptil dengan baik dan bertanggung jawab.

Keempat, jangan menjual reptil yang berbahaya atau beracun kepada orang yang nggak kompeten menanganinya.

Yang terakhir, niat harus bersih. Jangan cuma ngjar keuntungan semata, tapi juga pertimbangkan aspek edukatif dan konservasinya.

Kalo semua hal di atas bisa dipenuhi, insya Allah bisnis reptil ini bisa jadi ladang berkah, bukan malah jadi sumber masalah.

Dari pembahasan di atas, bisa disimpulkan bahwa bisnis reptil dalam Islam itu nggak hitam putih. Ada nuansa abu-abunya yang perlu dipahami dengan bijak.

Yang jelas, selama ada manfaat yang halal dan nggak merugikan, peluang untuk halal itu terbuka lebar. Tinggal gimana kita menjalankannya dengan benar.

Jadi buat yang udah terlanjur cinta sama reptil, nggak perlu khawatir berlebihan. Yang penting jalankan dengan etika yang benar dan tetap mengindahkan aturan agama maupun negara.

Dan buat yang masih ragu-ragu, nggak ada salahnya konsultasi dengan ustaz atau ulama yang kompeten sebelum terjun ke bisnis ini.

Karena pada akhirnya, rezeki yang berkah itu lebih berharga daripada untung yang banyak tapi meragukan kehalalannya.

Wallahu a’lam.

Terkait

Lihat Semua