Lo pernah nggak sih, lagi nongkrong santai tiba-tiba ada orang asing dateng, langsung nanya ke meja, “Eh, yang namanya ketua geng di sini siapa?”. Nah, kurang lebih kayak gitu suasana di Masjid Nabawi waktu Dhimam bin Tsa’labah, seorang badui dari pelosok, tiba-tiba muncul dengan gaya cuek dan pertanyaan-pertanyaan yang bikin para sahabat melongo.
Bayangin, di tengah majelis yang khidmat, para sahabat duduk rapi, Nabi Muhammad lagi santai bersandar, eh, Dhimam datang naik unta, parkir seenaknya, lalu nembak, “Mana di antara kalian yang namanya Muhammad?”. Nggak pake basa-basi, nggak pake salam pembuka, langsung to the point. Kalau di era sekarang, mungkin udah viral di TikTok, “Badui barbar cari Nabi di masjid!”.
Para sahabat sempat kaget, ada juga yang kesel, “Ini orang siapa sih, nggak sopan amat?”. Tapi, Nabi Muhammad malah santai, nggak baper, nggak marah. Beliau jawab, “Aku yang kamu cari, ada apa?”. Luar biasa, kan? Di sini, kita udah dikasih pelajaran: jadi orang besar itu nggak gampang tersinggung, apalagi sama yang baru belajar sopan santun.
Dhimam pun lanjut, “Aku mau tanya, tapi jangan marah ya. Aku ini dari kampung, belum ngerti aturan.” Nabi tetap tenang, “Tanya aja, bro, santai.” (Oke, Nabi nggak bilang “bro”, tapi intinya gitu lah.)
Mulailah Dhimam mengajukan pertanyaan-pertanyaan fundamental: “Beneran kamu diutus Allah buat semua manusia? Beneran shalat lima waktu itu wajib? Puasa Ramadan, zakat, semua itu beneran perintah Allah?”. Nabi jawab, “Iya, bener semua.” Dhimam pun mantap, “Oke, aku percaya. Aku Dhimam bin Tsa’labah, utusan dari kampungku. Mulai sekarang aku ikut ajaranmu, dan bakal ngajarin ke semua orang di kampungku.”
Dialog ini bukan sekadar tanya jawab. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil. Pertama, soal keberanian bertanya. Kadang kita malu nanya, takut dibilang bodoh. Padahal, Dhimam malah dapat gelar “penanya terbaik” dari Umar bin Khattab. Kedua, soal cara Nabi menghadapi orang “barbar”. Nggak semua orang harus dihadapi dengan marah. Kadang, cukup dengan sabar dan senyum, masalah selesai.
Fakta uniknya, Dhimam ini bukan sekadar badui polos. Dia cerdas, komunikasinya rapi. Setiap pertanyaan diawali disclaimer, “Jangan marah ya, aku nanya serius nih.” Bahkan, dia pakai sumpah demi Allah buat meyakinkan dirinya dan kaumnya. Ini kayak influencer zaman now yang selalu bilang, “No offense ya, guys, tapi…” sebelum ngasih opini pedas.
Analoginya, Dhimam itu kayak mahasiswa baru yang nekat nanya ke rektor di depan umum, “Pak, bener nggak sih kuliah itu wajib?”. Semua orang tegang, tapi si rektor malah jawab santai, “Iya, wajib, dan kamu boleh tanya apa aja.” Akhirnya, si mahasiswa jadi idola kampus karena berani nanya hal yang semua orang pengen tahu tapi nggak berani ngomong.
Gue juga pernah ngalamin, waktu sekolah dulu, ada temen yang polos banget, nanya ke guru, “Bu, kenapa sih PR harus dikumpulin besok?”. Semua ketawa, tapi si guru malah jelasin panjang lebar, dan akhirnya satu kelas jadi paham. Kadang, pertanyaan polos itu justru yang paling penting.
Opini gue, kadang kita terlalu sibuk jaga gengsi, takut dibilang nggak tahu. Padahal, berani nanya itu tanda cerdas. Nabi Muhammad sendiri nggak pernah marah sama orang yang nanya, bahkan yang nanyanya “barbar” kayak Dhimam. Justru, beliau kasih ruang buat siapa aja yang mau belajar.
Akhir kata, hidup itu kayak forum tanya jawab. Nggak usah takut dibilang norak atau nggak sopan, yang penting niatnya baik dan pengen tahu kebenaran. Kalau ada yang nanya aneh-aneh, jangan langsung ngegas. Siapa tahu, pertanyaan itu yang bikin kita semua jadi lebih pinter. Jadi, siap jadi Dhimam bin Tsa’labah berikutnya?