Dunia Islam Politik 24 July 2025

Diplomasi, Tuduhan, dan Penangkapan: Ikhwanul Muslimin di Persimpangan Turki-Mesir

Diplomasi, Tuduhan, dan Penangkapan: Ikhwanul Muslimin di Persimpangan Turki-Mesir
Bagikan:

Ada momen-momen dalam sejarah ketika satu penangkapan di bandara bisa mengirimkan gelombang kejut ke seluruh kawasan. Malam itu di Istanbul, Mohamed Abdel Hafiz, tokoh Ikhwanul Muslimin (IM), ditahan otoritas Turki. Bukan sekadar penangkapan biasa, tapi babak baru dalam drama panjang hubungan Turki dan Mesir—dua negara yang selama bertahun-tahun saling tarik ulur antara perseteruan dan rekonsiliasi.

Kamu mungkin bertanya-tanya, mengapa penangkapan satu orang bisa begitu penting? Jawabannya terletak pada sejarah panjang IM di Mesir, statusnya di Turki, dan perubahan arah politik kedua negara. Hafiz dituduh mendalangi sejumlah aksi teror, termasuk pembunuhan jaksa agung Mesir dan rencana penyerangan pesawat Presiden El Sisi. Namun, di balik tuduhan itu, ada narasi yang lebih besar: transformasi politik, diplomasi, dan upaya menata ulang peta kekuatan di dunia Islam.

Penangkapan Hafiz terjadi hanya sehari setelah Kementerian Dalam Negeri Mesir mengumumkan rencana serangan Hasm—sayap bersenjata IM—yang digagalkan. Nama Hafiz pun masuk dalam daftar buronan, bersama beberapa tokoh IM lain yang bermukim di Turki. Istrinya, lewat media sosial, mengabarkan bahwa Hafiz akan diekstradisi ke Mesir. Di balik kabar itu, terselip kecemasan, harapan, dan tentu saja, intrik politik yang tak pernah benar-benar reda.

Menurut Rakha Ahmed Hassan, mantan pejabat Kemenlu Mesir, penangkapan ini adalah sinyal kuat dari Ankara: Turki ingin menunjukkan keseriusan dalam merajut kembali hubungan dengan Mesir. Setelah bertahun-tahun mendukung IM, Turki kini mengambil langkah berbeda. Mulai 2022, demi stabilitas ekonomi dan diplomasi dengan negara Teluk, Ankara mulai membatasi ruang gerak IM. Ratusan orang kehilangan kewarganegaraan, tokoh-tokoh penting IM meninggalkan Turki, dan media mereka tersebar ke Eropa.

Di balik layar, hubungan Turki-Mesir memang penuh manuver. Meski politik kerap memanas, bisnis dan perdagangan tetap berjalan stabil. Sejak perjanjian perdagangan bebas 2006, perusahaan Turki tetap beroperasi di Mesir, seolah politik dan ekonomi berjalan di dua rel yang berbeda. Namun, penangkapan Hafiz menandai babak baru: kedua negara ingin menegaskan bahwa keamanan dan stabilitas kawasan lebih utama daripada nostalgia konflik lama.

Bagi IM sendiri, ini adalah ujian berat. Organisasi yang dulu begitu berpengaruh kini harus beradaptasi dengan realitas baru. Dukungan yang dulu mengalir deras dari Ankara, kini berubah menjadi pengawasan ketat. Banyak tokoh IM yang memilih hijrah ke Eropa, mencari ruang aman untuk melanjutkan perjuangan, meski dengan risiko kehilangan akar dan pengaruh di dunia Arab.

Sebagai pembaca, kita diajak merenung: bagaimana perubahan geopolitik bisa mengubah nasib individu dan kelompok? Hafiz, yang dulu mungkin merasa aman di Turki, kini harus menghadapi kemungkinan ekstradisi ke Mesir—sebuah negara yang telah melabeli IM sebagai organisasi teroris sejak 2013. Di sisi lain, Turki dan Mesir sama-sama ingin membuktikan pada dunia bahwa mereka mampu menata ulang hubungan tanpa harus terjebak pada masa lalu.

Dalam tradisi Islam, ada pelajaran penting tentang hikmah dan adaptasi. Kadang, perubahan adalah keniscayaan, dan setiap individu maupun kelompok harus siap membaca tanda-tanda zaman. Penangkapan Hafiz bukan sekadar berita kriminal, tapi cermin dari dinamika besar yang sedang berlangsung di dunia Islam.

Sebagai penutup, mari kita refleksikan: di tengah pusaran politik dan diplomasi, nasib manusia seringkali menjadi taruhan. Namun, sejarah juga mencatat bahwa setiap perubahan besar selalu diawali oleh peristiwa-peristiwa kecil yang tampak sepele. Semoga, di tengah ketidakpastian, kita tetap mampu menjaga nurani, membaca hikmah, dan tidak mudah terjebak dalam polarisasi yang membutakan.

Terkait

Lihat Semua