Siapa yang nggak pernah ngerasain momen tiba-tiba pengen sujud aja di luar shalat? Lagi galau, lagi bahagia, atau sekadar pengen ngerasa deket sama Allah. Tapi, eh, ternyata urusan sujud di luar shalat ini nggak sesimpel itu, lho. Ada aturannya, ada fiqihnya, dan—percaya deh—nggak semua sujud itu boleh dilakukan seenaknya.
Sujud itu, bro, bukan cuma soal nempelkin jidat ke sajadah. Ini soal simbol kehambaan, soal ngelepasin semua keangkuhan, dan bener-bener ngerasa kecil di hadapan Sang Pencipta. Rasulullah SAW sendiri pernah bilang:
أقربُ مَا يَكونُ العبْدُ مِن ربِّهِ وَهَو ساجدٌ، فَأَكثِرُوا الدُّعاءَ رواهُ مسلم
“Keadaan terdekat seorang hamba dengan Tuhannya ialah ketika dia sedang bersujud, maka perbanyaklah doa di saat sujud.” (HR Muslim)
Kata Imam Al-Ghazali, hadits ini tuh makna dari ayat pamungkas di surat Al-‘Alaq:
وَاسْجُدْ وَاقْتَرِب
“Sujud dan mendekatlah.” (QS Al-'Alaq: 19)
Sujud itu sakral, bro. Cuma boleh buat Allah. Nggak boleh sujud ke makhluk, bahkan ke nabi sekalipun. Ada hadits yang tegas banget soal ini:
لَا يَنْبَغِي أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ إلَّا للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. رواه ابن حبان
“Tidak selayaknya seseorang melakukan sujud kecuali hanya untuk Allah sang Pencipta alam semesta.” (HR Ibnu Hibban)
Bahkan, Rasulullah juga menganjurkan kita buat rajin-rajin sujud. Bukan biar pegel, tapi biar dosa-dosa kita rontok dan derajat naik level:
عَلَيْكَ بِكَثْرةِ السُّجُودِ، فإِنَّك لَنْ تَسْجُدَ للَّه سَجْدةً إلاَّ رفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرجَةً، وحَطَّ عنْكَ بِهَا خَطِيئَةً رواه مسلم
“Perbanyaklah kalian dalam bersujud, sesungguhnya Engkau tidak bersujud karena Allah kecuali akan diangkat derajatmu dan dihapus satu dosa darimu.” (HR Muslim)
Tapi, jangan salah kaprah. Walaupun sujud itu keren dan penuh pahala, syariat tetap ngasih batasan. Nggak semua sujud di luar shalat itu boleh. Ada sujud yang memang dianjurkan: sujud dalam shalat, sujud tilawah (karena ayat sajdah), dan sujud syukur (karena nikmat atau terhindar dari bahaya).
Mazhab Syafi’i jelas banget:
مَذْهَبُنَا أَنَّ السُّجُوْدَ فِي غَيْرِ الصَّلَاةِ مَنْدُوْبٌ لِقِرَاءَةِ آيَةِ السَّجْدَةِ لِلتَّالِي وَالسَّامِعِ ، وَلِمَنْ حَدَثَتْ لَهُ نِعْمَةٌ ظَاهِرَةٌ أَوْ انْدَفَعَتْ عَنْهُ نِقْمَةٌ ظَاهِرَةٌ شُكْراً للهِ تَعَالَى ، وَلَا يَجُوْزُ السُّجُوْدُ لِغَيْرِ ذَلِكَ
“Mazhab kita (Syafi’iyah) menyatakan bahwa sujud di luar shalat hukumnya sunah bagi orang yang membaca atau mendengar ayat sajdah dan bagi orang yang mendapatkan kenikmatan atau terhindar dari bahaya. Maka tidak diperbolehkan melakukan sujud selain sebab-sebab di atas.” (Bughyah Al-Mustarsyidin, 119)
Jadi, kalau tiba-tiba pengen sujud tanpa sebab yang jelas, misal cuma karena lagi mellow atau pengen dapet feel, itu nggak boleh. Imam Nawawi bahkan bilang, sujud tanpa sebab yang disyariatkan itu haram:
لَو خَضَعَ إِنْسَانٌ للهِ تَعَالَى فَتَقَرَّبَ بِسَجْدَةٍ بِغَيْرِ سَبَبٍ يَقْتَضِي سُجُوْدَ شُكْرٍ فَفِيْهِ وَجْهَانِ حَكَاهُمَا إِمَامُ الْحَرَمَينِ وَغَيْرُهُ أَحَدُهُمَا) يَجُوْزُ قَالَهُ صَاحِبُ التَّقْرِيْبِ (وَأَصَحَّهُمَا) لَا يَجُوْزُ صَحَّحَهُ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَغَيْرُهُ وَقَطَعَ بِهِ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ
“Apabila seseorang merendah dan melakukan ibadah dengan bentuk sujud tanpa sebab yang memperbolehkan sujud syukur, maka ada dua pendapat. Pendapat pertama adalah boleh. Pendapat kedua dan ini pendapat yang paling sahih, yaitu haram. Pendapat kedua ini telah disahihkan oleh Imam Al-Haramain dan Syaikh Abu Hamid.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhaddzab, IV:69)
Kenapa bisa haram? Karena dikhawatirkan jadi bid’ah, kayak rukuk di luar shalat. Imam Al-Haramain sampai bilang:
قَالَ إِمَامُ الحَرَمَينِ: وَكَانَ شَيْخِي -يَعْنِي أَبَا مُحَمَّد- يُشَدِّدُ فِي إِنْكَارِ هَذَا السُّجُوْدِ وَاسْتَدَلٌّوا لِهَذَا بِالقِيَاسِ عَلَى الرُّكُوْعِ فَإِنَّهُ لَوْ تَطَوَّعَ بِرُكُوْعٍ مُفْرَدًا كَانَ حَرَامًا بِالْاِتِّفَاقِ لِأَنَّهُ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ إِلَّا مَا دَلَّ دَلِيْلٌ عَلَى اسْتِثْنَائِهِ
“Imam Al-Haramain berkata: “Guruku Syekh Abu Muhammad sangat keras dalam mengingkari sujud tanpa ada sebab yang memperbolehkan sujud syukur. Para ulama mendasari keharaman sujud seperti ini karena diqiyaskan dengan rukuk. Sesungguhnya orang yang melakukan ibadah ruku di luar shalat hukumnya haram. Karena hal itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (Al-Majmu’, IV:69)
Tapi, kalau cuma nempelkin kepala ke lantai tanpa niat ibadah, cuma buat ngerasa tenang atau rendah diri, itu nggak masalah:
فَلَوْ وَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى الْأَرْضِ تَذَلُّلاً وَاسْتِكَانَةً بِلَا نِيَّتِهِ لَمْ يَحْرُمْ إِذْ لَا يُسَمَّى سُجُوْداً
“Apabila seseorang meletakan kepalanya di atas bumi tanpa diniati ibadah, melainkan karena bertujuan agar merasa rendah diri dan mendapatkan ketenangan, maka hukumnya tidak haram, sebab tidak disebut sebagai sujud syar’i.” (Bughyatul Mustarsyidin, 119)
Jadi, intinya: sujud di luar shalat itu boleh kalau ada sebab syar’i—misal sujud syukur atau tilawah. Kalau nggak ada sebab, jangan diniatin ibadah. Biar nggak jadi bid’ah dan nggak bikin orang lain salah paham.
Dan, bro, sebagai muslim kita juga harus bijak. Jangan sampai sujud yang kita lakukan malah bikin orang awam salah paham atau jadi bahan gibah di grup WhatsApp RT. Kalau kira-kira bakal bikin gaduh, mending tahan dulu. Islam itu indah, tapi juga penuh hikmah dan kehati-hatian.
Jadi, next time pengen sujud di luar shalat, cek dulu niat dan sebabnya. Jangan asal sujud, bro. Biar ibadah kita tetap on the track dan nggak keluar jalur syariat.
Wallahu a’lam.