Kamu pernah membayangkan, bagaimana suasana kelas tanpa dering notifikasi dan layar ponsel yang menyala? Di Belanda, larangan penggunaan ponsel di sekolah ternyata membawa perubahan besar: siswa lebih fokus, suasana kelas lebih bersahabat, dan prestasi akademik pun meningkat. Studi pemerintah Belanda menunjukkan, tiga perempat sekolah menengah yang disurvei merasakan dampak positif dari kebijakan ini.
Larangan ini tidak sekadar aturan kaku, tapi bentuk kepedulian terhadap kualitas belajar. Siswa jadi lebih terlibat dalam diskusi, guru lebih mudah membangun interaksi, dan suasana kelas terasa lebih hidup. Bahkan, dua pertiga sekolah melaporkan suasana yang lebih ramah dan kolaboratif. Menariknya, sepertiga siswa juga mengalami peningkatan prestasi akademik.
Tentu, ada pengecualian untuk kebutuhan medis—seperti alat bantu dengar yang terhubung ke perangkat seluler. Namun, secara umum, kebijakan ini diterima baik oleh sekolah dan orang tua. Mereka menyadari, fokus belajar adalah kunci membangun karakter dan masa depan anak.
Bagaimana dengan kita di Indonesia? Tantangan serupa juga kita hadapi. Gawai memang memudahkan akses informasi, tapi jika tak dikendalikan, bisa mengganggu konsentrasi dan menurunkan kualitas interaksi sosial. Dalam Islam, menjaga waktu dan fokus adalah bagian dari adab menuntut ilmu. Rasulullah ﷺ bersabda:
Menuntut ilmu butuh kesungguhan dan perhatian penuh. Larangan ponsel di kelas bisa menjadi ikhtiar untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Guru dan orang tua perlu bekerja sama, bukan hanya melarang, tapi juga memberi teladan dan membangun budaya belajar yang sehat.
Sebagai penutup, mari kita refleksikan: sudahkah kita menciptakan ruang belajar yang benar-benar fokus dan bebas distraksi? Dengan niat yang lurus dan usaha bersama, insya Allah generasi muda kita akan tumbuh menjadi insan yang cerdas, disiplin, dan berakhlak mulia.