Umum 22 July 2025

Beli Burung, Dapat Pahala atau Gharar?

Beli Burung, Dapat Pahala atau Gharar?
Bagikan:

Pernah nggak sih, pagi-pagi denger suara burung ngeriwik di teras tetangga, terus kepikiran, “Enak juga ya, punya burung peliharaan. Bisa jadi cuan kalau dijual!” Eh, tau-tau, sekarang jual beli burung malah jadi tren lagi. Ada yang niat koleksi, ada juga yang niat dagang. Tapi, pernah nggak kepikiran: jual beli burung itu halal nggak sih menurut Islam?

Jangan-jangan, niatnya mau nambah rezeki, eh malah kejebak transaksi yang nggak jelas alias gharar. Waduh, jangan sampe deh!

Ngomongin jual beli burung, ternyata ulama fiqih udah bahas dari zaman dulu. Bukan cuma soal burung, tapi juga ikan dan hewan peliharaan lain. Intinya, jual beli itu mubah alias boleh, asal syarat dan rukunnya terpenuhi. Tapi, ada satu hal yang sering bikin transaksi burung jadi problem: burungnya bisa terbang!

Bayangin, kamu udah bayar mahal, eh pas mau diambil, burungnya kabur. Nyesek, bro! Makanya, ulama bahas soal posisi burung saat dijual. Kalau burungnya di luar kandang, itu jadi masalah. Penjual dianggap nggak kuasa nyerahin barang ke pembeli. Tujuan jual beli kan, serah terima barang. Kalau barangnya aja nggak jelas, ya bisa-bisa masuk kategori gharar.

Imam Al-Mawardi dari Mazhab Syafi’i bilang begini:

فَأَمَّا إِنْ كَانَ الطَّيْرُ فِي بُرْجِ مَالِكِهِ : فَإِنْ كَانَ بَابُ الْبُرْجِ مَفْتُوحًا لَمْ يَجُزْ بَيْعُهُ : لِأَنَّه قَدْ يَقْدِرُ عَلَى الطَّيَرَانِ فَصَارَ فِي حُكْمِ مَا طَارَ ، وَإِنْ كَانَ بَابُ الْبُرْجِ مُغْلَقًا جَازَ بَيْعُهُ لِظُهُورِ الْقُدْرَةِ عَلَيْهِ وَتَسْلِيمِهِ بِالتَّمْكِينِ مِنْهُ فِي بُرْجِهِ ، وَتَمَامِ قَبْضِهِ بِإِخْرَاجِهِ مِنْ بُرْجِهِ
"Adapun jika burung itu di kandang pemiliknya, maka dilihat dulu. Jika pintu kandang terbuka, maka burung tidak boleh dijual karena ia berpotensi terbang. Jadi, status burung itu seperti burung lepas. Tetapi jika pintu kandang tertutup, maka burung itu boleh dijual karena kejelasan kuasa pemilik atas burung, dapat menyerahkannya di dalam kandang, dan sempurna qabadh (serah-terima dalam akad) dari kandangnya." (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir fi Fiqhi Mazhabil Imamis Syafi’i)

Jadi, kuncinya ada di “kuasa” penjual atas burung. Kalau burungnya di kandang dan pintunya tertutup, penjual bisa dengan mudah nyerahin ke pembeli. Tapi kalau burungnya di luar kandang, atau pintu kandang kebuka, ya jangan harap bisa transaksi sah. Bisa-bisa, baru dibayar, burungnya udah terbang ke rumah tetangga.

Ibnu Qudamah dari Mazhab Hanbali juga setuju. Bahkan, beliau bilang, kalau burung harus ditangkap dengan susah payah, apalagi di kandang yang terlalu besar atau di luar kandang, mending nggak usah jual beli. Soalnya, penjual dianggap nggak mampu nyerahin barang ke pembeli. Sama aja kayak jualan angin, bro!

Ada juga pendapat dari Mazhab Hanafi. Kata Ibnul Himam, kalau burungnya jinak dan gampang ditangkap, walaupun suka keluar-masuk sarang, boleh dijual. Tapi kalau susah ditangkap, ya nggak boleh. Intinya, selama penjual bisa pastikan burungnya bisa diserahin ke pembeli tanpa drama, transaksi sah-sah aja.

Jadi, dari semua pendapat ulama, benang merahnya jelas: jual beli burung itu boleh, asal penjual bisa menyerahkan burungnya ke pembeli dengan mudah. Jangan sampe, niat nambah koleksi malah jadi ajang drama kejar-kejaran burung.

Oh iya, satu lagi. Jangan lupa, ada burung-burung yang dilindungi negara. Nah, yang kayak gini mending dihindari, deh. Selain bisa kena masalah hukum, juga nggak etis dari sisi agama. Islam ngajarin kita buat jaga kelestarian makhluk hidup, bukan malah bikin punah.

Jadi, buat kamu yang pengen bisnis burung atau sekadar nambah koleksi, pastikan burungnya ada di kandang, pintu kandang tertutup, dan bukan jenis yang dilindungi. Biar transaksi lancar, hati tenang, dan rezeki berkah.

Akhir kata, hidup itu udah cukup ribet. Jangan ditambahin sama urusan burung yang kabur pas mau dijual. Mending rawat burungnya baik-baik, siapa tau malah jadi ladang pahala. Wallahu a’lam.

Terkait

Lihat Semua