Kamu pernah membayangkan, di balik aroma tumisan pagi dan suara sendok di dapur, ada jihad sunyi yang tak pernah disorot kamera? Jihad ini bukan tentang perang, melainkan perjuangan harian seorang ibu—atau siapa pun yang mengasuh anak—untuk memastikan generasi masa depan tumbuh sehat dan kuat. Di Hari Anak Nasional, mari kita refleksikan jihad sunyi di dapur: menyelamatkan anak dari stunting.
Tumbuh Kembang: Antara Cinta dan Tantangan
Bagi seorang ibu bernama Sari, membesarkan putrinya, Siera, adalah perjalanan penuh cinta sekaligus ujian. Sejak hamil, Sari dan suami berkomitmen untuk membersamai tumbuh kembang Siera. Meski keduanya bekerja, mereka berbagi peran, bukan sekadar “membantu”. Sari berjuang memberikan ASI eksklusif, didukung suami yang setia menemani konsultasi laktasi. Namun, jalan tak selalu mulus. Berat badan Siera sempat melambat, membuat Sari cemas dan harus lebih telaten memperbaiki pola asuh dan nutrisi.
Dialog batin Sari kerap terjadi. “Sudah cukupkah usahaku? Apakah Siera akan tumbuh optimal?” Setiap malam, ia menyiapkan menu sederhana: telur omega, ayam kampung, ikan kembung, dan sayur-mayur. Ia sadar, stunting bukan sekadar soal ekonomi, tapi juga soal kesadaran dan komitmen. Memberi makan anak bukan hanya mengenyangkan, tapi menyiapkan masa depan.
Stunting: Bukan Hanya Angka
Stunting sering dianggap masalah keluarga miskin. Padahal, ia juga soal literasi gizi dan pola asuh. Sari belajar dari dokter anak, bahwa perbaikan nutrisi dan konsistensi pola makan adalah kunci. Setiap piring yang ia siapkan untuk Siera adalah investasi masa depan. Ia mengurangi makanan instan, memastikan jadwal makan teratur, dan memantau tumbuh kembang dengan sabar.
Islam mengajarkan, anak adalah amanah. Rasulullah bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” Merawat tumbuh kembang anak adalah jihad kecil, bukan sekadar tugas biologis, tapi juga moral dan spiritual.
Dari Dapur ke Masa Depan Bangsa
Apa yang ada di piring anak hari ini menentukan masa depan Indonesia. Anak yang cukup gizi akan tumbuh optimal secara fisik, mental, dan akhlak. Sebaliknya, stunting adalah wajah kegagalan kolektif. Survei Status Gizi Indonesia 2024 mencatat, 1 dari 5 anak Indonesia masih mengalami stunting. Pemerintah menargetkan penurunan, tapi tanpa peran keluarga dan masyarakat, angka itu sulit berubah.
Sari dan suaminya sadar, jihad melawan stunting dimulai dari rumah. Mereka belajar, berkomitmen, dan tidak menyerah. Setiap sendok nasi, setiap potong ikan, adalah bagian dari jihad sunyi yang menentukan masa depan bangsa.
Refleksi: Jihad Kecil, Dampak Besar
Stunting memang masalah struktural, tapi juga dimulai dari dapur. Negara harus hadir: memastikan pangan bergizi terjangkau, layanan kesehatan mudah diakses, edukasi gizi menyeluruh, dan perlindungan sosial yang tepat sasaran. Namun, peran keluarga tetap garda terdepan.
Kamu, aku, kita semua, bisa memulai jihad sunyi ini. Dari piring sederhana di rumah, dari waktu yang kita sisihkan untuk memahami kebutuhan anak. Karena anak-anak kita bukan hanya milik keluarga, tapi juga masa depan bangsa.
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari Muslim)
Semoga narasi ini menginspirasi kita untuk terus berjuang, meski sunyi, demi generasi yang sehat, kuat, dan berakhlak mulia.