Kalau ada lomba pertanyaan paling sering ditanyain di tongkrongan ibu-ibu pengajian, mungkin ini juaranya: “Kenapa sih, perempuan haid harus qadha puasa, tapi shalatnya nggak usah diqadha?” Pertanyaan klasik, tapi selalu sukses bikin yang nanya dan yang jawab sama-sama mikir keras. Kadang, jawabannya lebih ribet dari kode WiFi tetangga.
Coba deh, bayangin suasana Ramadan. Lagi asik sahur bareng keluarga, tiba-tiba ada yang bisik-bisik, “Eh, aku haid nih, batal puasa.” Langsung deh, muncul diskusi seru. Ada yang bilang, “Tenang aja, puasanya tinggal diganti nanti.” Tapi giliran shalat, kok nggak ada yang nyuruh ganti? Padahal, dua-duanya sama-sama ibadah wajib, kan?
Nah, di sinilah serunya Islam. Bukan cuma soal aturan, tapi juga soal logika dan kasih sayang. Bayangin kalau setiap perempuan haid harus qadha semua shalat yang kelewat. Waduh, bisa-bisa daftar hutang shalatnya lebih panjang dari daftar belanja bulanan. Nggak kebayang, kan, tiap bulan harus ngitung-ngitung, “Ini shalat Subuh bulan lalu udah diganti belum, ya?”
Ternyata, para ulama udah mikirin ini dari zaman dulu. Mereka nggak cuma ngeluarin fatwa, tapi juga ngasih alasan yang masuk akal. Salah satunya, karena shalat itu sering banget—sehari lima kali, seminggu 35 kali, sebulan… ya, hitung sendiri deh. Kalau harus qadha semua, bisa-bisa hidup cuma buat ngutang shalat. Sementara puasa? Setahun sekali, bro! Jadi, lebih manusiawi kalau yang diqadha cuma puasa.
Ada juga yang bilang, ini bentuk rahmat Allah buat perempuan. Udah capek haid, masa masih harus dikejar-kejar hutang shalat? Islam itu nggak mau memberatkan, apalagi buat urusan yang rutin kayak shalat. Makanya, yang wajib diqadha cuma puasa. Itu pun, karena puasa Ramadan cuma setahun sekali. Jadi, lebih ringan dan nggak bikin stres.
Ngomong-ngomong soal dalil, ada hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha yang jadi andalan para ulama. Intinya, dulu para perempuan zaman Nabi juga haid, dan mereka cuma disuruh qadha puasa, bukan shalat. Simpel, tapi dalem. Kadang, jawaban paling jitu itu memang yang paling sederhana.
Tapi, jangan salah. Bukan berarti perempuan haid bisa leha-leha. Justru, ini bukti kalau Islam itu ngerti banget kondisi fisik dan psikologis perempuan. Lagi haid, badan lemes, mood naik turun, kadang pengen marah tanpa sebab. Kalau masih harus qadha shalat, bisa-bisa makin stres dan nggak fokus ibadah.
Ada juga yang suka bandingin sama puasa. “Lho, puasa kan juga berat, kenapa harus diqadha?” Nah, ini dia bedanya. Puasa itu ibadah tahunan, bukan harian. Jadi, lebih gampang dikejar. Lagian, kalau nggak diqadha, bisa-bisa Ramadan tahun depan masih ada hutang puasa tahun lalu. Nggak asik, kan?
Fakta uniknya, aturan ini nggak cuma berlaku di Indonesia, tapi di seluruh dunia Islam. Dari Mesir sampai Malaysia, dari Turki sampai Aceh, semua sepakat: perempuan haid nggak wajib qadha shalat. Jadi, kalau ada yang masih ngotot harus qadha, coba deh ajak ngopi sambil diskusi santai. Siapa tahu, abis itu malah jadi paham dan nggak galau lagi.
Akhirnya, semua balik lagi ke niat dan pemahaman. Islam itu agama yang memudahkan, bukan mempersulit. Kalau ada aturan yang kelihatannya “diskriminatif”, coba deh lihat dari sisi lain. Kadang, justru di situ letak keindahan dan kasih sayangnya. Jadi, buat para perempuan, nggak usah baper kalau lagi haid. Nikmati aja masa istirahatnya, dan siap-siap semangat lagi setelah suci. Toh, Allah tahu kok, siapa yang benar-benar niat ibadah dan siapa yang cuma cari alasan.
Artikel ini ditulis dengan gaya santai, biar yang baca nggak cuma paham, tapi juga senyum-senyum sendiri. Semoga setelah ini, nggak ada lagi yang galau soal qadha shalat pas haid. Kalau masih bingung, ya… tanya ustazah favoritmu aja!