Ada satu pemandangan yang selalu berhasil mencuri perhatian di tengah hiruk-pikuk kota: sekelompok anak tertawa lepas, berlarian di lapangan, memainkan permainan tradisional yang mungkin sudah jarang kita lihat. Di era digital seperti sekarang, momen seperti ini terasa semakin langka—dan justru di situlah letak keistimewaannya.
Mengapa Permainan Tradisional Penting di Era Digital?
Kamu pasti menyadari, gadget telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan anak-anak masa kini. Namun, di balik kemudahan dan hiburan yang ditawarkan, ada kekhawatiran yang tak bisa diabaikan: ketergantungan berlebihan pada layar. Menteri PPPA, Arifatul Choiri Fauzi, mengajak kita semua untuk kembali menghidupkan permainan tradisional sebagai alternatif hiburan yang sehat dan sarat nilai budaya.
Permainan tradisional bukan sekadar nostalgia. Ia adalah ruang belajar sosial, tempat anak-anak mengenal kerjasama, sportivitas, dan kreativitas. Di sinilah karakter anak ditempa, bukan hanya lewat aturan main, tapi juga lewat tawa, perselisihan kecil, dan semangat kebersamaan. Bayangkan, betapa kayanya pengalaman batin yang didapat anak saat bermain galasin, congklak, atau lompat tali bersama teman-teman.
Refleksi: Gadget, Budaya, dan Masa Depan Anak
Meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak, pola asuh yang kurang tepat, hingga minimnya interaksi sosial, seringkali berakar dari kurangnya ruang bermain yang sehat. Permainan tradisional menawarkan solusi sederhana namun berdampak besar. Di Car Free Day peringatan Hari Anak Nasional 2025, ratusan anak dari berbagai jenjang pendidikan berkumpul di Bundaran HI, Jakarta, memperagakan aneka permainan tradisional. Suasana penuh tawa, peluh, dan semangat kebersamaan menjadi bukti bahwa anak-anak tetap bisa bahagia tanpa gadget.
Arifatul menekankan, perlindungan anak adalah tanggung jawab bersama. Orang tua, guru, komunitas, bahkan dunia usaha, perlu berkolaborasi menciptakan lingkungan yang sehat dan ramah anak. Permainan tradisional menjadi jembatan untuk menumbuhkan karakter kuat, cinta budaya lokal, dan kebersamaan yang tulus.
Membangun Kebiasaan Baru, Merawat Warisan Lama
Menghidupkan kembali permainan tradisional bukan berarti memusuhi teknologi. Justru, di sinilah seni mendidik anak zaman now: menyeimbangkan antara dunia digital dan dunia nyata. Orang tua bisa mulai dengan mengajak anak bermain petak umpat, bola bekel, atau gobak sodor di akhir pekan. Guru dan komunitas bisa mengadakan lomba permainan tradisional di sekolah atau lingkungan sekitar.
Kamu mungkin bertanya, apakah anak-anak zaman sekarang masih tertarik? Jawabannya: sangat mungkin, asalkan kita hadir, terlibat, dan memberi ruang bagi mereka untuk bereksplorasi. Permainan tradisional bukan hanya hiburan, tapi juga sarana membangun memori indah bersama keluarga dan teman.
Ajakan untuk Kita Semua
Momentum Hari Anak Nasional 2025 menjadi pengingat bahwa masa depan bangsa ada di tangan generasi muda yang sehat, kreatif, dan berkarakter. Mari kita rayakan kebersamaan, hidupkan kembali permainan tradisional, dan jadikan teknologi sebagai alat, bukan penghalang. Karena pada akhirnya, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh cinta, tawa, dan nilai budaya, akan menjadi generasi emas Indonesia yang kita impikan.