Umum 22 July 2025

Rahasia Kaya Abdurrahman bin Auf: Sedekah yang Tak Pernah Habis

Rahasia Kaya Abdurrahman bin Auf: Sedekah yang Tak Pernah Habis
Bagikan:

Bayangin deh, kalau kamu punya harta segunung, emas batangan numpuk di rumah, dan setiap hari hidupmu nggak pernah kekurangan. Kira-kira, apa yang bakal kamu lakukan? Nabung terus biar makin kaya, atau justru… berbagi tanpa hitung-hitungan? Nah, kisah Abdurrahman bin Auf ini bakal bikin kamu mikir ulang soal arti kekayaan dan sedekah.

Pagi yang Biasa, Tapi Hati Luar Biasa

Pagi itu, Madinah masih sepi. Udara gurun yang dingin perlahan menghangat, menyusup ke sela-sela rumah-rumah sederhana. Di sudut kota, Abdurrahman bin Auf duduk di beranda rumahnya. Matanya menatap jauh, seolah sedang menghitung sesuatu yang tak kasat mata. Bukan tumpukan dinar atau bongkahan emas, tapi… peluang untuk berbagi.

“Bayangin nggak sih, gimana rasanya punya harta melimpah, tapi justru makin ringan tangan buat ngasih ke orang lain?” batin Abdurrahman. Ia tersenyum kecil, mengingat pesan Nabi: “Harta nggak akan berkurang karena sedekah.”

Di sekelilingnya, para sahabat lain juga sibuk dengan urusan masing-masing. Ada yang menyiapkan dagangan, ada yang baru pulang dari masjid. Tapi Abdurrahman, pagi itu, sudah punya rencana: mencari siapa yang bisa ia bahagiakan hari ini.

Sedekah, Bukan Sekadar Reaksi

Banyak orang baru tergerak bersedekah kalau lihat ada yang minta-minta di jalan. Tapi Abdurrahman beda. Buat dia, sedekah itu program hidup. Setiap hari, ia keluar rumah, mencari siapa yang butuh bantuan. Bukan nunggu orang datang, tapi justru menjemput kesempatan.

“Hari ini siapa ya yang bisa aku bantu?” gumamnya pelan. Ia berjalan menyusuri pasar, menyapa para pedagang, menanyakan kabar mereka. Kadang, ia menemukan seorang ibu yang kesulitan membayar bahan makanan. Kadang, ada anak kecil yang matanya berbinar melihat kue di etalase, tapi tak punya cukup uang.

“Ambil saja, Nak. Hari ini rezekimu,” kata Abdurrahman sambil tersenyum. Anak itu pun pulang dengan hati riang, dan Abdurrahman melanjutkan langkahnya, mencari lagi siapa yang bisa ia bahagiakan.

Ujian Hati: Setengah Harta untuk Allah

Suatu hari, kabar tentang Perang Badar menggema di Madinah. Para sahabat diminta berinfak di jalan Allah. Abdurrahman baru saja mengumpulkan 4.000 dinar—jumlah yang, kalau dikonversi ke zaman sekarang, bisa bikin siapa pun geleng-geleng kepala.

“Setengahnya untuk Allah,” ucap Abdurrahman mantap. Ia serahkan 2.000 dinar, tanpa ragu, tanpa hitung-hitungan. Bayangin, kalau kamu punya uang 4 juta, lalu diminta sedekah 2 juta. Kira-kira, berani nggak?

Hatinya bergetar, tapi bukan karena takut miskin. Justru ada rasa lega, plong, dan bahagia yang sulit dijelaskan. Ia percaya, janji Allah itu nyata: “Siapa yang berinfak di jalan-Ku, akan Aku ganti berlipat-lipat.”

Untung Besar, Sedekah Lebih Besar

Setiap kali dagangannya untung, Abdurrahman nggak pernah mikir buat menimbun. Ia beli unta, lengkap dengan perlengkapan dagang, lalu membagikannya cuma-cuma ke masyarakat Madinah. Pernah, 700 ekor unta memenuhi jalan-jalan kota, bikin macet saking banyaknya. Tapi bukan macet karena egois, melainkan karena kebaikan yang menular.

“Silakan ambil, siapa saja yang butuh!” seru pegawainya. Orang-orang pun datang, mengambil barang dagangan, dan pulang dengan senyum lebar. Madinah jadi kota yang makmur, bukan karena semua orang kaya, tapi karena ada yang rela berbagi tanpa pamrih.

Kebayang nggak sih, kalau di zaman sekarang ada orang yang tiap untung langsung bagi-bagi? Mungkin kita bakal heran, “Ini orang beneran nggak sih?”

Dialog Hati dan Keluarga

Suatu malam, Abdurrahman pulang membawa satu peti emas. Istrinya menatap heran, “Kau dapat untung sebanyak ini, apa yang akan kau lakukan?”

Abdurrahman tersenyum, “Aku ingin sedekahkan semuanya.”

Istrinya tak protes, tak menuntut bagian. Ia justru mendukung, “Kalau itu yang membuatmu tenang, lakukanlah.”

Malam itu, satu peti emas habis dibagikan. Esok harinya, datang dua peti emas sebagai balasan. Hari berikutnya, tiga peti. Begitu seterusnya. Rezeki datang tanpa henti, seolah Allah sendiri yang mengantarkan ke rumah mereka.

“Kebayang nggak, sedekah satu peti, dibalas dua peti? Mana ada hitungan matematika yang bisa jelasin itu?” gumam Abdurrahman, penuh syukur.

Madinah, Kota yang Penuh Berkah

Karena kemurahan hati Abdurrahman, masyarakat Madinah merasa makmur. Siapa pun yang butuh, datang saja ke rumahnya. Mau pinjam uang, dilunasi. Mau makan, dipersilakan. Tak ada yang pulang dengan tangan kosong.

Bahkan, ada yang bilang, “Kami makmur di sebelahnya Abdurrahman.” Kebaikannya menular, jadi inspirasi buat banyak orang. Madinah bukan cuma kota dagang, tapi kota yang penuh berkah dan kehangatan.

Refleksi: Kaya Bukan Karena Menabung, Tapi Karena Berbagi

Coba kamu ada di posisi Abdurrahman. Berani nggak, setiap kali dapat rezeki, langsung bagi-bagi tanpa takut habis? Kadang, kita terlalu sibuk menghitung, takut kekurangan, sampai lupa bahwa rezeki itu datang dari Allah, bukan dari tabungan.

Abdurrahman bin Auf membuktikan, sedekah bukan bikin miskin, tapi justru membuka pintu rezeki yang tak terduga. Kaya itu bukan soal berapa banyak yang kita simpan, tapi seberapa besar kita berani berbagi.

Jadi, mulai hari ini, yuk, jadikan sedekah sebagai program hidup. Bukan cuma reaksi sesaat, tapi kebiasaan yang mengakar. Siapa tahu, rezeki yang kamu tunggu-tunggu justru datang dari pintu yang tak pernah kamu duga.

Akhiri hari dengan satu pertanyaan: “Sudahkah aku berbagi hari ini?”

Terkait

Lihat Semua