Pernahkah kamu membayangkan, apa makna sejati dari “ribath” dalam Islam? Banyak yang mengira ribath hanya soal berjaga di perbatasan, menanti musuh datang. Namun, jika kita telusuri lebih dalam, ribath adalah tentang kesiagaan hati dan jiwa—bukan sekadar fisik—untuk selalu berada di jalan ketaatan. Mari kita pelajari bersama, mengapa konsep ribath ini begitu relevan, bahkan di zaman damai sekalipun.
Ribath: Bukan Sekadar di Medan Perang
Bayangkan suasana perbatasan di masa lalu: udara dingin, malam sunyi, dan para mujahid berjaga dengan penuh waspada. Namun, Abdullah bin Mubarak, seorang ulama dan mujahid besar, pernah berkata bahwa ribath terbaik adalah menjaga diri agar tetap di atas kebenaran. Artinya, ribath bukan hanya soal fisik, tapi juga mental dan spiritual. Ia menekankan pentingnya siaga dalam ketaatan, bahkan ketika dunia tampak tenang dan damai.
Mengapa demikian? Karena musuh terbesar seringkali bukan yang tampak di luar, melainkan yang bersembunyi di dalam diri: rasa malas, lengah, dan godaan untuk meninggalkan kebaikan. Abdullah bin Mubarak khawatir, di masa damai, umat Islam justru terlena dan kehilangan semangat berjaga. Padahal, tantangan terbesar justru muncul saat kita merasa aman.
Ribath di Zaman Damai: Siaga dalam Ketaatan
Coba kita refleksikan, berapa banyak dari kita yang semangat beribadah di bulan Ramadhan, namun kembali lengah setelahnya? Ribath mengajarkan kita untuk menjaga konsistensi dalam kebaikan. Bukan hanya saat suasana mendukung, tapi juga ketika godaan datang bertubi-tubi. Seperti kata pepatah, “istiqamah itu lebih berat daripada seribu karomah.”
Ribath dalam kehidupan sehari-hari bisa berarti menjaga shalat tepat waktu, menahan diri dari maksiat, atau tetap berbuat baik meski tak ada yang melihat. Ini adalah bentuk jihad yang tak kalah berat dari berjaga di medan perang. Bahkan, Rasulullah ﷺ pernah bersabda:
Kamu bisa bayangkan, betapa besar pahala yang dijanjikan bagi mereka yang istiqamah menjaga ketaatan. Bahkan, Imam an-Nawawi menafsirkan ribath dalam hadits ini sebagai “menahan diri untuk tetap berada dalam ketaatan.” Jadi, setiap usaha kecil untuk tetap taat, meski tampak sederhana, adalah bagian dari ribath.
Ribath: Pahala yang Tak Terputus
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
Bayangkan, satu hari saja berjaga di jalan Allah, pahalanya melebihi seluruh kenikmatan dunia. Apalagi jika kita mampu menjaga ribath dalam ketaatan setiap hari. Bahkan, pahala ribath terus mengalir hingga hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Ribath sehari semalam lebih baik daripada puasa dan shalat malam sebulan penuh. Jika ia meninggal, amalannya tetap mengalir, rizkinya terus diberikan, dan ia terbebas dari fitnah.” (HR Muslim)
Dua Mata yang Tak Tersentuh Neraka
Ada satu keistimewaan lain dari ribath yang jarang disadari. Rasulullah ﷺ bersabda:
Hadis ini mengingatkan kita, bahwa berjaga dalam ketaatan, baik secara fisik maupun batin, adalah investasi akhirat yang luar biasa. Mata yang terjaga demi Allah, baik karena tangis taubat atau karena siaga di jalan-Nya, mendapat jaminan perlindungan dari api neraka.
Ribath: Antara Perang dan Keseharian
Secara garis besar, para ulama membagi ribath menjadi dua: pertama, ribath di medan perang untuk membela Islam; kedua, ribath ruhiyah, yaitu menjaga diri dari maksiat dan berkomitmen pada amal shalih. Ribath jenis kedua ini berlaku untuk semua Muslim, kapan pun dan di mana pun.
Menariknya, mereka yang mampu melakukan ribath di medan perang biasanya telah lulus ujian ribath dalam keseharian. Artinya, sebelum mampu berjaga di perbatasan, seseorang harus terbiasa berjaga dalam ketaatan sehari-hari.
Refleksi: Siapkah Kita Berjaga?
Kini, saat dunia terasa aman, justru di situlah ujian terbesar. Apakah kita tetap siaga dalam ketaatan, atau malah lengah dan terbuai kenyamanan? Ribath mengajarkan kita untuk tidak pernah lengah, selalu waspada, dan menjaga semangat istiqamah.
Jadi, yuk kita jadikan ribath sebagai bagian dari hidup. Mulai dari hal kecil: menjaga shalat, menahan amarah, hingga terus belajar dan memperbaiki diri. Karena sejatinya, setiap detik yang kita gunakan untuk berjaga di jalan Allah adalah investasi abadi yang tak ternilai.
Wallahu a’lam bishawab.