Film bukan sekadar hiburan; ia adalah jendela yang membuka cakrawala baru, mempertemukan kita dengan kisah-kisah yang mungkin tak pernah kita alami sendiri. Di tengah riuhnya dunia sinema global, sebuah kabar menggembirakan datang dari Arab Saudi: film “Hijra” karya Shahad Ameen terpilih untuk berkompetisi di Venice Spotlight Competition, bagian dari Venice International Film Festival ke-82. Sebuah pencapaian yang bukan hanya membanggakan sineasnya, tapi juga menandai babak baru bagi perfilman Saudi di panggung dunia.
Bayangkan perjalanan seorang nenek, Khairiya Nazmi, bersama cucunya, Lamar Feddan, melintasi bentang alam utara Saudi. Mereka bukan sekadar menempuh jarak, melainkan menelusuri jejak sejarah, mencari seorang remaja perempuan yang hilang di tengah hiruk-pikuk musim haji. Latar film ini bukan hanya pemandangan fisik, tapi juga lanskap batin: kegigihan, harapan, dan keteguhan hati yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Menyusuri Jejak Hijrah: Dari Padang Pasir ke Panggung Dunia
Proses produksi “Hijra” sendiri layak menjadi cerita tersendiri. Selama lebih dari 55 hari, tim film ini berpindah dari Taif, Jeddah, Madinah, Wadi Al-Faraa, AlUla, Tabuk, NEOM, hingga Duba. Setiap kota menyimpan nuansa dan tantangan tersendiri, memperkaya narasi visual yang dihadirkan. Bagi Shahad Ameen, perjalanan ini bukan sekadar logistik, melainkan upaya menghadirkan keotentikan—sebuah penghormatan pada tanah kelahiran dan sejarah panjang migrasi di jazirah Arab.
Kamu mungkin bertanya, mengapa tema migrasi begitu relevan? Dalam Islam, hijrah bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan transformasi spiritual dan sosial. Rasulullah SAW dan para sahabatnya mencontohkan bahwa hijrah adalah momentum perubahan, titik balik menuju kehidupan yang lebih bermakna. Film ini, dengan caranya sendiri, mengajak kita merenungkan makna hijrah dalam konteks kekinian: tentang keberanian meninggalkan zona nyaman, menghadapi tantangan, dan membangun masa depan yang lebih baik.
Dialog Generasi: Antara Tradisi dan Modernitas
Salah satu kekuatan “Hijra” terletak pada relasi antargenerasi. Percakapan antara nenek dan cucu bukan sekadar bumbu narasi, melainkan jembatan yang menghubungkan nilai-nilai lama dengan semangat baru. “Kita ini seperti sungai yang terus mengalir,” ujar Khairiya dalam salah satu adegan, “kadang tenang, kadang deras, tapi selalu mencari muara.” Dialog ini terasa hidup, mengalir alami, dan mengajak penonton untuk berefleksi tentang akar dan tujuan hidup.
Lamar, sang cucu, mewakili generasi muda yang penuh pertanyaan dan keingintahuan. Ia tidak selalu setuju dengan cara pandang neneknya, namun di sepanjang perjalanan, keduanya saling belajar dan tumbuh. Inilah kekuatan sinema: menghadirkan ruang dialog yang hangat, tanpa menggurui, dan membiarkan penonton menemukan makna sendiri.
Sinema, Identitas, dan Visi Masa Depan
Keikutsertaan “Hijra” di Venice bukanlah kebetulan. Dukungan dari Film Commission melalui program Daw menjadi bukti keseriusan Saudi dalam membangun ekosistem sinema yang inklusif dan berdaya saing global. Sejak diluncurkan, program ini telah mendukung lebih dari 250 film regional, sejalan dengan visi 2030 yang ingin menempatkan Saudi sebagai pusat kreativitas dan pertukaran budaya.
Abdullah Al-Qahtani, CEO Film Commission, menegaskan bahwa partisipasi di festival internasional adalah langkah strategis. “Kita ingin dunia melihat cerita-cerita otentik dari Saudi, yang kaya akan nilai dan inspirasi,” ujarnya dalam sebuah wawancara. Melalui panel diskusi dan pemutaran film pendek di Venice, delegasi Saudi berupaya membangun jejaring, membuka peluang kolaborasi, dan memperkenalkan talenta-talenta muda ke panggung global.
Inspirasi untuk Generasi Muda
Apa yang bisa kita petik dari perjalanan “Hijra”? Pertama, bahwa setiap kisah—betapapun lokal dan sederhana—punya potensi untuk menggema di tingkat dunia. Kedua, bahwa keberanian untuk bercerita, bereksperimen, dan merangkul perubahan adalah kunci kemajuan. Ketiga, bahwa sinema bisa menjadi medium dakwah yang elegan: menyampaikan pesan, membangun empati, dan menginspirasi tanpa harus menggurui.
Bagi generasi muda, kisah “Hijra” adalah ajakan untuk tidak takut bermimpi besar. Dunia sinema, seperti halnya kehidupan, penuh tantangan dan ketidakpastian. Namun, dengan tekad, kolaborasi, dan semangat belajar, tidak ada yang mustahil. Siapa tahu, di antara kita ada calon sineas yang kelak mengharumkan nama bangsa di panggung dunia?
Penutup: Merayakan Perjalanan, Menyulam Harapan
Pada akhirnya, “Hijra” bukan hanya tentang perjalanan fisik, tapi juga perjalanan batin. Ia mengingatkan kita bahwa setiap langkah, sekecil apapun, adalah bagian dari proses hijrah menuju kebaikan. Seperti pesan yang kerap diulang dalam film: “Setiap perjalanan punya tujuannya sendiri. Yang penting, jangan pernah berhenti melangkah.”
Mari kita dukung karya-karya anak bangsa, baik di bidang sinema maupun bidang lain. Karena setiap cerita yang lahir dari hati, akan menemukan jalannya untuk menginspirasi dunia.