Umum 22 July 2025

Testimoni Bombastis, Produk Biasa: Jualan Jujur ala Islam

Testimoni Bombastis, Produk Biasa: Jualan Jujur ala Islam
Bagikan:

Ada satu fenomena yang bikin mimin geleng-geleng kepala tiap kali scroll medsos: testimoni bombastis, produk mah… ya gitu-gitu aja. Tau kan, yang katanya sabun cuci piring bisa bikin hidup lebih bahagia, atau minuman herbal yang katanya bisa bikin mantan balik lagi. Kalau dipikir-pikir, kadang testimoni di internet itu lebih heboh dari sinetron jam prime time.

Coba deh, kamu pernah nggak, lagi cari barang di marketplace, terus nemu review yang isinya kayak puisi cinta? “Sejak pakai produk ini, hidup saya berubah 180 derajat!” Padahal, pas barangnya dateng, eh… isinya cuma sendok plastik. Rasanya pengen bilang, “Mbak, Mas, ini testimoni apa stand up comedy?”

Tapi ya, begitulah dunia digital. Semua berlomba-lomba jadi bintang iklan dadakan. Ada yang jujur, ada juga yang… ya, kreatifnya kebablasan. Kadang, testimoni itu kayak bumbu mie instan: kalau kebanyakan, malah bikin eneg.

Ngomong-ngomong soal testimoni, Islam tuh punya aturan main yang jelas, lho. Nggak bisa asal ngaku-ngaku, apalagi sampai menyesatkan orang lain. Rasulullah ﷺ pernah ngasih warning keras buat yang suka ngibul dalam jual beli:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ غَشَّنَا
"Bukan bagian dari umatku orang yang menipu kami." (HR. Ahmad)

Jadi, kalau kamu jualan, terus ngasih testimoni palsu atau melebih-lebihkan sampai bikin orang lain kecele, itu udah masuk zona merah. Bukan cuma dosa, tapi juga bikin rezeki jadi nggak berkah. Ibaratnya, kamu lagi main monopoli, tapi uangnya uang mainan—nggak bisa dipakai beli gorengan.

Tapi, gimana kalau testimoni jujur tapi lebay? Nah, ini menarik. Dalam Fathul Bari, Imam al-Muhlib bilang, memuji barang dagangan secara berlebihan itu nggak sampai haram, asal nggak bohong. Jadi, kalau kamu bilang, “Kopi ini enak banget, bikin melek seminggu!” padahal cuma bikin melek dua jam, ya itu masih bisa dimaklumi. Akad jual beli tetap sah, nggak batal gara-gara testimoni lebay.

Tapi jangan senang dulu. Imam al-Ghazali punya pendapat yang lebih “menusuk”. Kata beliau, pujian berlebihan itu omong kosong, dan setiap kata bakal dimintai pertanggungjawaban. Jadi, meskipun nggak bohong, kalau ngomongnya asal-asalan, siap-siap aja dicatat malaikat. Bayangin, nanti di akhirat ditanya, “Kamu dulu bilang sabun ini bisa bikin glowing, padahal cuma bikin licin doang. Gimana tuh?”

Nah, di sinilah letak serunya. Islam itu nggak cuma ngatur soal halal-haram, tapi juga soal akhlak dan integritas. Jualan boleh, promosi boleh, tapi jangan sampai nurunin standar kejujuran. Kalau kata Imam asy-Syafi’i, penjual yang sengaja bohong soal produk, ya dosa. Nggak peduli testimoni itu viral atau cuma dibaca emak-emak arisan.

وَالْبَائِعُ أَثِمَ فِي التَّدْلِيسِ إِنْ كَانَ عَالِمًا
"Penjual berdosa dalam melakukan penipuan jika ia mengetahui kebohongannya." (Al-Umm)

Bahkan, Imam al-Ghazali bilang, testimoni palsu itu bukan cuma bohong, tapi juga kezaliman. Kalau pembeli sampai tertipu, itu udah double kill: dosa bohong dan dosa zalim. Kalau nggak tertipu, ya tetap aja, harga diri pedagang jadi turun. Ibarat jualan bakso, tapi dagingnya cuma 10%, sisanya harapan palsu.

Di era medsos kayak sekarang, testimoni itu udah kayak senjata utama. Ada yang beneran jujur, ada juga yang settingan. Kadang, satu testimoni palsu bisa bikin ribuan orang ikut-ikutan beli. Padahal, yang diuntungkan cuma penjualnya, yang rugi… ya, dompet pembeli.

Makanya, pemerintah dan platform digital juga punya PR besar buat ngawasin testimoni dan iklan. Jangan sampai konsumen jadi korban janji manis yang ujung-ujungnya pahit. Kalau perlu, testimoni harus diverifikasi, biar nggak ada lagi yang ngaku-ngaku “sembuh total” padahal baru minum sekali.

Tapi, balik lagi ke diri kita. Mau jualan atau beli, yang penting jujur. Kalau produkmu memang biasa aja, ya bilang aja apa adanya. Nggak usah takut nggak laku. Rezeki itu urusan Allah, bukan urusan testimoni viral. Lagian, pembeli sekarang udah makin cerdas. Mereka bisa bedain mana review beneran, mana yang hasil endorse dadakan.

Jadi, yuk, mulai dari sekarang, biasakan jujur dalam setiap kata. Nggak usah takut kalah saing. Ingat, kejujuran itu investasi jangka panjang. Siapa tahu, gara-gara jujur, usahamu malah makin berkah dan langgeng. Toh, hidup ini udah banyak drama, nggak usah ditambahin drama testimoni palsu.

Kamu sendiri gimana? Pernah jadi korban testimoni bombastis? Atau malah pernah jadi pelaku? Cerita dong di komentar, biar kita bisa ketawa bareng—atau minimal, jadi lebih hati-hati pas belanja online. Karena, di dunia yang serba digital ini, kejujuran tetap jadi mata uang paling mahal.

Wallahu a’lam.

Terkait

Lihat Semua