Setelah Tubban wafat, putranya Hassan bin Tubban As’ad Abi Karib naik tahta. Hassan bukan raja biasa—dia punya ambisi besar, ingin menguasai tanah Arab dan Persia. Bersama pasukan Yaman, dia berangkat jauh, sampai ke wilayah Irak, bahkan ada yang bilang sampai Bahrain.
Tapi di tengah perjalanan, pasukan Himyar mulai goyah. Mereka rindu kampung halaman, nggak mau lanjut ekspedisi. Diam-diam, mereka bisik-bisik ke Amr, adik Hassan, “Bunuh saja kakakmu, nanti kamu jadi raja, kita pulang ke Yaman!” Amr pun tergoda, meski ada satu orang bijak, Dzu Ru’ain al-Himyari, yang melarangnya. Tapi Amr menolak nasihat itu.
Dzu Ru’ain bahkan sempat menulis dua bait syair, lalu disegel dan diberikan ke Amr, “Simpan surat ini, siapa tahu nanti kamu butuh.” Tapi Amr tetap melaksanakan rencana jahat itu. Hassan dibunuh, Amr pulang ke Yaman sebagai raja baru.
Namun, tak ada kebahagiaan di balik pengkhianatan. Seorang Himyar menulis syair pilu:
Tak tegalah mata yang melihat orang seperti Hassan terbunuh di negeri-generasi yang lalu Seorang putra mahkota membunuhnya karena takut dipenjara Esok harinya mereka berkata: Labab, labab (tidak apa-apa) Orang yang mati di antara kalian adalah yang terbaik di antara kita Dan orang yang hidup di antara kita adalah pimpinan kita Dan kalian semua pemimpin kami
“Labab, labab” artinya “nggak apa-apa” dalam bahasa Himyar. Tapi luka di hati Amr tak pernah sembuh. Dia menderita insomnia parah, tak bisa tidur sama sekali. Para tabib, dukun, dan peramal dipanggil. Salah satu dari mereka berkata, “Siapa pun yang membunuh saudaranya sendiri, pasti akan dihantui rasa bersalah dan nggak bisa tidur!”
Amr pun membalas dendam. Semua orang yang dulu menyuruhnya membunuh Hassan, satu per satu dibunuh. Sampai akhirnya giliran Dzu Ru’ain. Tapi Dzu Ru’ain berkata, “Aku punya alasan!” dan mengeluarkan surat berisi dua bait syair tadi. Amr pun membebaskannya, sadar bahwa Dzu Ru’ain memang tulus menasihati.
Setelah Amr meninggal, kerajaan Yaman makin kacau. Tak ada lagi pemimpin yang disegani, rakyat terpecah belah. Kisah ini jadi pelajaran, bahwa pengkhianatan dan ambisi buta hanya membawa kehancuran dan penyesalan.