Pernah dengar nama Amr bin Luhay? Dia adalah sosok yang dikenal sebagai orang pertama yang membawa berhala ke Jazirah Arab. Kisahnya penuh ironi dan pelajaran berharga.
Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Aku melihat Amr bin Luhay menyeret usus-ususnya di neraka.” Bayangkan, betapa beratnya hukuman yang ia terima. Amr bin Luhay adalah pemimpin yang dihormati di zamannya, tapi ia juga yang pertama kali mengubah agama Ismail dan memperkenalkan penyembahan berhala.
Diceritakan bahwa suatu hari, Amr bin Luhay pergi ke Syam untuk suatu urusan. Di sana, ia melihat penduduk setempat menyembah berhala. Ia penasaran dan bertanya, “Berhala-berhala model apa ini?” Mereka menjawab, “Kami memuja berhala-berhala ini untuk meminta hujan dan mengabulkan permohonan kami.” Mendengar itu, Amr bin Luhay meminta satu berhala untuk dibawa pulang ke Mekkah. Mereka memberinya sebuah berhala bernama Hubal.
Sesampainya di Mekkah, Amr bin Luhay memancangkan Hubal dan memerintahkan penduduk untuk menyembahnya. Sejak saat itu, penyembahan berhala mulai menyebar di Jazirah Arab. Orang-orang mulai membawa batu dari Mekkah saat bepergian, lalu thawaf di sekelilingnya seperti thawaf di Ka’bah. Lama-kelamaan, mereka lupa tujuan awalnya dan mulai menyembah batu-batu itu.
Generasi demi generasi berlalu, dan tradisi ini semakin mengakar. Berhala-berhala seperti Al-Lata, Al-Uzza, dan Manat menjadi bagian dari kehidupan mereka. Namun, di tengah kegelapan itu, masih ada segelintir orang yang tetap berpegang pada ajaran Nabi Ibrahim, mentauhidkan Allah, dan mengagungkan Ka’bah.
Kisah Amr bin Luhay adalah pengingat bagi kita semua. Betapa mudahnya manusia tergelincir dari jalan yang benar ketika tradisi dan kebiasaan mulai menggantikan kebenaran. Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini dan tetap teguh dalam keimanan.
Tapi, kisah berhala di Arab nggak berhenti di Hubal saja. Hampir setiap kabilah punya “ikon” sendiri. Ada yang bentuknya batu, ada yang patung, ada juga yang cuma tumpukan tanah liat yang dianggap sakral.
Misalnya, kabilah Thayyi’ punya berhala bernama Fals. Setiap kali mereka mau pergi jauh, mereka pamit dulu ke berhala itu, diusap-usap, seolah-olah minta restu. Pulang dari perjalanan, yang pertama dicari juga si Fals ini, bukan keluarga. Ironis, ya? Begitu kuatnya pengaruh tradisi sampai lupa mana yang benar.
Di Yaman, ada kabilah Hamdzan yang menyembah Ya’uq. Ada syair lama yang bilang, “Allah itu kuasa memberi manfaat dan mudharat, tapi Ya’uq? Nggak bisa apa-apa.” Kadang, orang zaman dulu juga suka nyindir lewat syair, biar lebih ngena.
Khaulan punya berhala Umyanis. Mereka sampai rela mengorbankan hasil panen dan hewan ternak buat Umyanis. Yang lucu, kalau ada bagian untuk Allah yang kebetulan jatuh ke Umyanis, dibiarkan saja. Tapi kalau bagian Umyanis jatuh ke Allah, buru-buru diambil dan dikasih ke berhala. Allah sendiri menegur mereka lewat ayat Al-An’am: 136, “Amat buruklah ketetapan mereka itu.”
Ada juga Sa’ad, berhala milik Bani Milkan. Pernah ada yang berharap dapat berkah dari Sa’ad, eh malah unta-untanya lari kocar-kacir. Saking kesalnya, dia lempar batu ke Sa’ad sambil bilang, “Semoga Allah nggak memberkahimu!” Akhirnya, dia sadar, Sa’ad cuma batu di tanah tandus, nggak bisa kasih petunjuk atau menyesatkan.
Di Daus, ada berhala Amr bin Humamah. Di sekitar Ka’bah, Quraisy bikin berhala Hubal, Isaf, dan Nailah. Isaf dan Nailah ini dulunya manusia dari Jurhum yang berbuat maksiat di dekat Ka’bah, lalu Allah ubah jadi batu. Cerita ini sering diceritakan turun-temurun, bahkan Aisyah radhiyallahu ‘anha juga pernah dengar kisahnya.
Orang-orang Arab juga bikin thaghut, rumah-rumah ibadah tandingan Ka’bah. Mereka thawaf, menyembelih, dan mengagungkan thaghut itu, walau tetap tahu Ka’bah itu rumah Ibrahim. Tapi, tradisi kadang lebih kuat dari logika.
Al-Uzza, Al-Lata, dan Manat juga punya kisah sendiri. Al-Uzza dijaga Bani Syaiban, Al-Lata milik Tsaqif di Thaif, dan Manat jadi andalan Aus, Khazraj, dan orang Yatsrib. Setiap berhala punya penjaga, pelayan, dan ritual khusus. Bahkan, Rasulullah ﷺ sendiri yang akhirnya memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk menghancurkan berhala-berhala itu satu per satu.
Ada juga Dzu Al-Khalashah, Fals, Ri’am, Rudha’, dan Dzu Al-Ka’abaat. Setiap nama punya cerita, setiap reruntuhan jadi saksi betapa manusia bisa tersesat jauh dari tauhid hanya karena ikut-ikutan dan gengsi kabilah.
Semua kisah ini, kalau direnungi, bikin kita sadar: kadang yang bikin jauh dari Allah itu bukan karena nggak tahu, tapi karena terlalu cinta sama tradisi. Semoga kita nggak ikut-ikutan, dan selalu ingat buat kembali ke ajaran yang lurus.