Pernah nggak sih, kamu dengar istilah Al-Bahirah, As-Saibah, Al-Washilah, dan Al-Hami? Dulu, di zaman jahiliyah, orang-orang Arab punya tradisi aneh soal hewan ternak. Bukan cuma soal makan atau minum, tapi sampai ke urusan siapa yang boleh pakai, siapa yang nggak.
Jadi, Al-Bahirah itu sebenarnya anak unta betina dari As-Saibah. Nah, As-Saibah sendiri adalah unta yang udah melahirkan sepuluh kali, dan semuanya betina. Kalau udah kayak gitu, unta ini dilepasin aja, nggak boleh ditunggangi, bulunya nggak boleh dicukur, dan susunya cuma boleh diminum tamu. Kalau nanti dia punya anak betina lagi, telinganya dipotong, terus anaknya juga dilepasin kayak induknya. Anak unta yang kayak gini disebut Al-Bahirah.
Ada juga Al-Washilah. Ini kambing betina yang selama lima kali kehamilan, selalu melahirkan anak betina, nggak pernah ada anak jantan. Orang-orang zaman itu percaya, kambing ini udah “sampai batas”. Kalau kambing ini masih melahirkan lagi, anaknya cuma boleh dimakan laki-laki, kecuali kalau ada yang mati, baru deh perempuan juga boleh makan.
Terus, Al-Hami. Ini unta betina yang juga melahirkan sepuluh anak betina berturut-turut. Unta ini dibiarkan bebas, nggak boleh ditunggangi, bulunya nggak boleh dipotong, pokoknya kayak hewan suci yang nggak boleh diganggu.
Lucunya, semua aturan ini dibuat-buat sendiri sama mereka, katanya buat dewa-dewa mereka. Padahal, hewan-hewan itu jadi nggak berguna, cuma dibiarkan begitu saja. Ironis banget, kan? Nilai-nilai kayak gini benar-benar terbalik sama ajaran yang dibawa Rasulullah ﷺ, yang justru ngajarin kasih sayang dan keadilan, bahkan ke hewan sekalipun.
Kisah ini bukan cuma soal tradisi, tapi juga tentang gimana manusia kadang suka bikin aturan aneh demi gengsi atau kepercayaan yang nggak jelas. Rasulullah ﷺ datang buat meluruskan semua itu, supaya hidup jadi lebih bermakna dan penuh rahmat, bukan sekadar ikut-ikutan tradisi tanpa makna.