Yang selalu membuat saya terpukau dari kisah-kisah sirah adalah bagaimana setiap peristiwa tampak sederhana di permukaan, namun menyimpan hikmah dan makna spiritual yang dalam. Salah satunya adalah kisah Abdullah bin Abdul Muthalib, ayah Rasulullah SAW, yang setelah selamat dari nazar ayahnya, justru menjadi pusat perhatian di Makkah. Dari berbagai riwayat yang saya baca, ada satu momen menarik ketika seorang wanita dari Bani Asad bin Abdul Uzza menawarkan diri kepada Abdullah, karena melihat sesuatu yang istimewa pada dirinya.
Pertemuan di Samping Ka’bah: Tawaran yang Tak Biasa
Bayangkan suasana Makkah saat itu, di sekitar Ka’bah yang menjadi pusat spiritual dan sosial masyarakat Quraisy. Abdullah, yang baru saja selamat dari peristiwa besar, berjalan bersama ayahnya, Abdul Muthalib. Tiba-tiba, seorang wanita mulia dari Bani Asad, saudari Waraqah bin Naufal, memanggil Abdullah dan berkata, “Bagimu unta sebanyak yang disembelih karenamu. Gaulilah aku sekarang juga!” Dari yang saya pahami, tawaran seperti ini sangat tidak lazim di masyarakat Arab, kecuali ada sesuatu yang luar biasa pada diri Abdullah. Banyak riwayat menyebutkan, wanita itu melihat cahaya kenabian yang terpancar dari Abdullah, sebuah simbol spiritual yang diyakini akan menjadi warisan besar bagi keturunannya.
Abdullah menolak dengan halus, “Aku bersama ayahku dan aku tidak bisa menentang pendapatnya tidak pula berpisah dengannya.” Penolakan ini bukan hanya bentuk ketaatan kepada ayah, tapi juga cerminan akhlak dan kehormatan Abdullah di tengah masyarakat Quraisy.
Pilihan Nasab: Abdullah dan Aminah binti Wahb
Dari yang saya pelajari, Abdul Muthalib membawa Abdullah ke rumah Wahb bin Abdu Manaf, seorang tokoh terhormat dari Bani Zuhrah. Di sinilah Abdullah dinikahkan dengan Aminah binti Wahb, wanita Quraisy yang paling baik nasab dan kedudukannya. Aminah adalah putri dari keluarga mulia, dan pernikahan ini menjadi titik awal dari kelahiran manusia termulia, Rasulullah SAW.
Yang menarik, dalam tradisi Arab, pemilihan pasangan bukan sekadar urusan cinta, tapi juga kehormatan, nasab, dan keberkahan. Abdullah dan Aminah dipertemukan dalam suasana penuh penghormatan dan restu keluarga besar Quraisy. Dari berbagai sumber sirah, saya memahami bahwa pernikahan ini adalah bagian dari skenario ilahi yang telah Allah atur dengan sangat indah.
Cahaya yang Hilang: Misteri Spiritual di Balik Tawaran
Setelah menikah dengan Aminah, Abdullah kembali melewati wanita yang sebelumnya menawarkan diri. Ia bertanya, “Kenapa engkau tidak menawarkan nikah kepadaku sebagaimana engkau lakukan kemarin?” Wanita itu menjawab, “Cahaya yang ada padamu kemarin kini tiada lagi, ia telah lenyap. Maka kini aku tak lagi butuh padamu.” Dari yang saya baca, banyak ulama sirah menafsirkan “cahaya” ini sebagai simbol kenabian yang telah berpindah ke rahim Aminah setelah pernikahan dan hubungan suami istri. Inilah yang membuat kisah ini begitu spiritual dan penuh makna.
Riwayat lain menyebutkan, Abdullah pernah mengajak seorang wanita lain untuk menikah, namun wanita itu menolak karena melihat bekas tanah di tubuh Abdullah. Setelah Abdullah membersihkan diri dan melewati wanita itu lagi, wanita tersebut justru mengajaknya menikah, namun Abdullah menolak dan tetap memilih Aminah. Dari sini saya belajar, bahwa setiap pilihan hidup yang didasari keikhlasan dan kehormatan akan selalu membawa keberkahan.
Hikmah dan Refleksi: Nasab Mulia dan Takdir Ilahi
Yang membuat saya kagum adalah bagaimana Allah menjaga nasab Rasulullah SAW dari jalur ayah dan ibu yang paling mulia di kalangan Quraisy. Abdullah dan Aminah adalah pasangan yang dipilih dengan penuh kehormatan, dan setiap peristiwa di sekitar mereka mengandung hikmah besar. Dari kisah ini, saya memahami bahwa takdir Allah selalu berjalan dengan cara yang indah, bahkan melalui peristiwa-peristiwa yang tampak sederhana.
Dalam konteks spiritual, kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya menjaga kehormatan, memilih pasangan dengan niat yang baik, dan meyakini bahwa setiap keputusan yang diambil dengan keikhlasan akan membawa kebaikan yang luas. Dari berbagai sumber sirah, saya juga belajar bahwa cahaya kenabian adalah simbol keberkahan yang hanya Allah berikan kepada orang-orang terpilih.
Kisah Mimpi dan Cahaya Aminah: Tanda-Tanda Kelahiran Mulia
Yang selalu membuat saya terkesan dari riwayat-riwayat sirah adalah pengalaman spiritual yang dialami Aminah binti Wahb saat mengandung Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam. Banyak orang menyebutkan, dan hanya Allah yang lebih tahu, bahwa Aminah pernah bermimpi didatangi seseorang yang berkata, “Sesungguhnya engkau sedang mengandung penghulu umat ini. Jika dia telah lahir ke bumi, maka ucapkanlah: Aku berlindung kepada Allah Tuhan Yang Esa dari keburukan semua pendengki, dan namakanlah dia Muhammad.” Dari yang saya pahami, pesan ini bukan sekadar mimpi, melainkan isyarat ilahi yang menegaskan kemuliaan dan keistimewaan anak yang dikandungnya.
Ada pula riwayat yang menyebutkan, Aminah melihat cahaya keluar dari perutnya, cahaya yang begitu terang hingga ia dapat melihat istana-istana Bushra di wilayah Syam. Menurut pemahaman saya, cahaya ini adalah simbol spiritual yang menandakan bahwa kelahiran Rasulullah SAW akan membawa perubahan besar dan harapan baru bagi dunia. Setiap detail kisah ini selalu membuat saya merenung tentang betapa Allah telah menyiapkan segala sesuatu dengan penuh hikmah dan keindahan.
Tak lama setelah peristiwa-peristiwa penuh makna itu, Abdullah bin Abdul Muthalib, ayahanda Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam, wafat. Ujian ini menjadi bagian dari skenario agung Allah dalam mempersiapkan kelahiran manusia termulia. Dari kisah ini, saya belajar bahwa setiap pengalaman spiritual dan ujian yang dialami para tokoh sirah selalu mengandung pesan mendalam dan hikmah yang bisa kita renungkan bersama.
Penutup: Warisan Spiritual dan Inspirasi Sepanjang Zaman
Dari perjalanan kisah Abdullah dan Aminah, serta tanda-tanda kelahiran Rasulullah SAW, kita belajar bahwa setiap peristiwa hidup, sekecil apapun, bisa menjadi bagian dari skenario besar Allah. Kisah ini bukan hanya tentang pernikahan, tapi juga tentang warisan spiritual, kehormatan, dan takdir yang telah Allah tetapkan untuk kelahiran Rasulullah SAW. Semoga kita bisa mengambil hikmah, menjaga kehormatan, dan selalu percaya pada keindahan takdir Allah dalam setiap langkah kehidupan.