Refleksi Awal: Cahaya Baru di Tahun Gajah
Setiap kali saya membaca tentang kelahiran Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam, hati saya selalu dipenuhi rasa haru dan kekaguman. Bayangkan, di tengah tahun Gajah—tahun yang penuh peristiwa besar di Makkah—lahirlah seorang anak yatim yang kelak akan mengubah sejarah dunia. Dari berbagai sumber sirah yang saya pelajari, kelahiran beliau bukan sekadar peristiwa biologis, melainkan awal dari rangkaian tanda-tanda kenabian dan keberkahan yang luar biasa.
Tanda-Tanda Kelahiran: Cahaya dan Isyarat Langit
Dari yang saya pahami, Rasulullah SAW lahir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal, tahun Gajah. Banyak riwayat menyebutkan, malam kelahiran beliau diiringi tanda-tanda langit yang menakjubkan. Salah satunya adalah kesaksian Hassan bin Tsabit, yang saat itu masih kecil di Yatsrib (Madinah), mendengar seorang Yahudi berteriak dari menara: “Malam ini telah terbit bintang Ahmad!” Bagi masyarakat Arab dan Yahudi saat itu, kemunculan bintang ini adalah isyarat datangnya seorang nabi yang telah lama dinanti.
Yang menarik, kelahiran Rasulullah SAW juga menjadi momen refleksi bagi keluarga beliau. Ibunda Aminah mengutus seseorang untuk memanggil Abdul Muthalib, sang kakek, agar melihat cucu yang baru lahir. Abdul Muthalib pun datang, penuh haru dan syukur, lalu membawa bayi Muhammad ke Ka’bah untuk didoakan dan disyukuri di hadapan Allah. Dari yang saya baca, inilah awal mula nama “Muhammad” diberikan, sesuai petunjuk yang diterima Aminah dalam mimpinya.
Kehidupan Awal: Kasih Sayang Kakek dan Ibu Susuan
Setelah kelahiran, Abdul Muthalib sangat menjaga dan mencintai cucunya. Namun, tradisi Arab saat itu mengharuskan bayi disusui oleh wanita dari pedalaman agar tumbuh kuat dan fasih berbahasa. Maka, dicarilah ibu susuan untuk Muhammad kecil. Dari berbagai riwayat, saya memahami bahwa proses ini bukan sekadar adat, tapi juga bagian dari skenario ilahi yang menyiapkan Rasulullah SAW untuk mengenal kehidupan luar Makkah sejak dini.
Ibnu Ishaq meriwayatkan, Halimah binti Abu Dzuaib dari Bani Sa’ad bin Bakr akhirnya menjadi ibu susuan Rasulullah. Kisah Halimah sangat menyentuh. Ia datang ke Makkah bersama suami dan rombongan wanita Bani Sa’ad di tahun yang sangat kering dan sulit. Semua wanita menolak menyusui Muhammad karena beliau yatim, berharap imbalan dari ayah si bayi. Namun Halimah, yang tak ingin pulang tanpa anak susuan, akhirnya mengambil Muhammad kecil dengan penuh keikhlasan.
Keberkahan di Rumah Halimah: Awal Mula Mukjizat
Yang selalu membuat saya kagum adalah bagaimana keberkahan langsung terasa sejak Muhammad kecil berada di pangkuan Halimah. Dari yang saya baca, air susu Halimah yang semula sedikit tiba-tiba melimpah, cukup untuk Muhammad dan anak Halimah sendiri. Unta tua mereka yang sebelumnya kering, kini penuh susu. Bahkan keledai Halimah yang lambat, kini menjadi yang tercepat di rombongan. Teman-teman Halimah pun heran dan berkata, “Keledai ini terasa sangat berbeda dengan keledai-keledai yang lain.”
Dari sini saya belajar, bahwa keberkahan Rasulullah SAW sudah tampak sejak masa bayi. Setiap langkah hidup beliau selalu membawa kebaikan dan perubahan, bahkan bagi orang-orang sederhana seperti Halimah dan keluarganya. Kisah ini menjadi pengingat bahwa Allah selalu menyiapkan jalan terbaik bagi hamba-Nya yang ikhlas dan sabar.
Penutup Sementara: Awal Perjalanan Sang Nabi
Dari kelahiran hingga masa kecil di rumah Halimah, kita melihat betapa Allah menjaga dan memuliakan Rasulullah SAW sejak awal. Kisah ini baru permulaan dari perjalanan panjang yang penuh hikmah dan pelajaran. Masih banyak kisah menakjubkan dari masa kecil, remaja, hingga kenabian beliau yang akan kita lanjutkan di bab berikutnya. Semoga kisah ini menambah kecintaan dan pemahaman kita terhadap perjalanan hidup manusia termulia, Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam.